Rabu, 21 Desember 2011

Minggu, 04 Desember 2011

silabus

SILABI MATA KULIAH


Silabus
Deskripsi mata Kuliah :
Fokus cabang ilmu ini membahas tentang konsep dasar gerontik, teori bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual pada proses penuaan, kebutuhan nutrisi, istirahat/ tidur, seksual lanjut usia, masalah fisik dan psikososial pada lanjut usia dan penerapannya pada asuhan keperawatan lansia dengan penekanan pada peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemeliharaan lanjut usia. Cabang ilmu ini akan berguna dalam melaksanakan pelayanan/ asuhan keperawatan pada lanjut usia di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, khususnya di keluarga dan masyarakat. Pengalaman belajar meliputi ceramah, diskusi dan penugasan.

Standar kompetensi :
Setelah menyelesaikan mata ajar ini mahasiswa diharapkan mampu:
Mampu memahami teori konsep lanjut usia dan menerapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan berlandaskan etika serta standard operating prosedur yang baku

Kompetensi Dasar Indikator Pengalaman Pembelajaran Materi ajar Waktu Alat/Bahan/Sumber Belajar Penilaian
1. Memahami konsep, teori keperawatan gerontik








Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian gerontik, geriatrik dan lanjut usia
2. Menjelaskan batasan Lanjut Usia menurut WHO, Depkes dan Para ahli menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi individu.
3. Menjelaskan tipologi Lansia
4. Menjelaskan mitos lansia 1. Mengkaji pengertian gerontik, geriatrik dan lanjut usia
2. Mengkaji batasan Lanjut Usia menurut WHO, Depkes dan Para ahli.
3. Mengkaji tipologi lansia
4. Mendiskusikan mitos lansia 1. Pengertian gerontik, geriatrik dan lanjut usia
2. Batasan Lanjut Usia menurut WHO, Depkes dan Para ahli.
3. Tipologi Lansia
4. Mitos lansia
100 Laptop, LCD, OHP, transparansi
Darmojo, Geriatri /Gerontology, 2004: hal
Lucille, D.G., The Aging Person a Holistic Perspective, 1991 : hal Portofolio
Tes
essay
2. Memahami dan mengaplikasikan teori penuaan
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami teori proses menua (Aging Process)
2. Memahami faktor yang mempengaruhi proses menua
3. Memahami perubahan Yang terjadi pada lansia (Fisik), 1. Mengkaji teori proses menua (Aging Process)
2. Mengkaji faktor yang mempengaruhi proses menua
3. Mendiskusikaan perubahan Yang terjadi pada lansia ( Fisik),
1. Teori proses menua (Aging Process)
2. Faktor yang mempengaruhi proses menua
3. Perubahan yang terjadi pada lansia ( Fisik) 100’ Laptop, LCD, OHP, transparansi
Darmojo, Geriatri /Gerontology, 2004: hal
Lucille, D.G., The Aging Person a Holistic Perspective, 1991 : hal Portofolio
Tes
essay
3. Memahami masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami penyakit yang sering terjadi pada lansia
2. Mendiskripsikan lansia yang sukses 1. Mengkaji penyakit yang sering terjadi pada lansia
2. Mendiskusikan lansia yang sukses
1. Penyakit yang sering terjadi pada lansia
2. Lansia yang sukses
Fa 100’ Laptop, LCD, OHP, transparansi
O'Neil, P.A. Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. 2002 : hal Portofolio
Tes
essay
4. Memahami issue dan trend keperawatan gerontik
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat:
Memahami issue dan trend keperawatan gerontik 1. Memahami isue keperawatan gerontik
2. Memahami trend keperawatan gerontik
Issue dan trend keperawatan gerontik 100 Laptop, LCD, OHP, transparansi
Portofolio
Tes
essay
5. Memahami asuhan keperawatan gerontik di rumah
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian askep keluarga dengan lansia
2. Menjelaskan tujuan askep keluarga dengan lansia
3. Menjelaskan fokus askep keluarga dengan lansia
1. Memahami pengertian askep keluarga dengan lansia
2. Memahami tujuan askep keluarga dengan lansia
3. Memahami fokus askep keluarga dengan lansia
1. Pengertian askep keluarga dengan lansia
2. Tujuan askep keluarga dengan lansia
3. Fokus askep keluarga dengan lansia

100’





Laptop, LCD, OHP, transparansi
Roach, S., Introductory Gerontological Nursing, 2001 : hal Portofolio
Tes
essay
6. Memahami asuhan keperawatan gerontik di institusi
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan teknik pengkajian pada lansia
2. Menjelaskan pengumpulan data riwayat kesehatan,
3. Menjelaskan pemeriksaan fisik, Psikososial, status mental, kognitif, spiritual
4. Menjelaskan perumusan diagnosa keperawatan lansia
5. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait nutrisi
6. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait keselamatan dan keamanan
7. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait O2 dan CO2
8. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait cairan dan elektrolit
9. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait istirahat tidur
10. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait aktivitas
11. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait kebersihan diri
12. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait elimnasi
13. Menjelaskan Intervensi keperawatan pada lansia terkait tingkat hubungan dan komunikasi
14. Menjelaskan cara mengevaluasi askep pada lansia
15. Memahami cara mendokumentasikan askep lansia 1. Mengkaji Teknik Pengkajian Pada Lansia
2. Mengkaji pengumpulan data riwayat kesehatan,
3. Mengkaji pemeriksaan fisik, Psikososial, status mental
4. Merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia
5. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait nutrisi
6. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait keselamatan dan keamanan
7. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait O2 dan CO2
8. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait cairan dan elektrolit
9. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait istirahat tidur
10. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait aktivitas
11. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait kebersihan diri
12. Mengkaji Intervensi keperawatan pada lansia terkait elimnasi
13. Mengkaji intervensi keperawatan pada lansia terkait tingkat hubungan dan komunikasi
14. Mengkaji cara mengevaluasi askep pada lansia
15. Mengkaji cara mengevaluasi askep pada lansia 1.Teknik Pengkajian Pada
Lansia
2. Pengumpulan data riwayat kesehatan,
3. Pemeriksaan fisik, Psikososial, status mental, kognitif, spiritual
4. Diagnosa keperawatan pada lansia
5. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait nutrisi
6. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait keselamatan dan keamanan
7. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait O2 dan CO2
8. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait cairan dan elektrolit
9. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait istirahat tidur
10. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait aktivitas
11. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait kebersihan diri
12. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait elimnasi
13. Intervensi Keperawatan pada lansia terkait ingkat hubungan dan komunikasi
14. cara mengevaluasi askep pada lansia
15. cara mengevaluasi askep pada lansia
100’ Laptop, LCD, OHP, transparansi
Matteson, M.A. and Mc. Connel, E.S. Gerontological Nursing: Concept and Practice, 1998: hal
Portofolio
Tes
essay
7. Memahami asuhan keperawatan gerontik di komunitas
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengkajian gerontik di komunitas
2. Menjelaskan perumusan diagnosa perawatan gerontik di komunitas.
3. Menjelaskan penyusunan intervensi keperawatan di komunitas 1. Pengkajian gerontik di komunitas
2. Perumusan diagnosa perawatan gerontik di komunitas.
3. Penyusunan intervensi keperawatan di komunitas
4. Pengkajian gerontik di komunitas
5. Perumusan diagnosa perawatan gerontik di komunitas.
6. Penyusunan intervensi keperawatan di komunitas
100 Laptop, LCD, OHP, transparansi
Stanhope, M and Lancaster, J. Community Health Nursing: Process And Practice For Promoting Health, 1995 : hal Portofolio
Tes
essay
8. Memahami asuhan keperawatan gerontik yang memiliki masalah kesehatan tertentu Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan peran keluarga dalam perawatan lansia
2. Menjelaskan tugas perkembangan keluarga dengan lansia 1. Memahami peran keluarga dalam perawatan lansia
Memahami tugas perkembangan keluarga dengan lansia 1. Peran keluarga dalam perawatan lansia
2. Tugas perkembangan keluarga dengan lansia 100’





Laptop, LCD, OHP, transparansi
Portofolio
Tes objective
9. Memahami program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
2. Menjelaskan tujuan program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
3. Menjelaskan Jenis-jenis program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia 1. Memahami pengertian program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
2. Memahami tujuan program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
3. Memahami Jenis-jenis program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia 1. Pengertian program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
2. Tujuan program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia
3. Jenis-jenis program peningkatan kesehatan lansia di Indonesia 100 Laptop, LCD, OHP, transparans O'Neil, P.A. (2002). Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. Philadelphia: Lippincott.
Roach, S. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia: Lippincott Portofolio
Tes objective
10. Memahami penatalaksanaan lansia yang mengalami penyakit terminal Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. menjelaskan pengertian penyakit terminal
2. menjelaskan pengkajian lansia dengan penyakit terminal
3. membuat diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit terminal
4. membuat perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit terminal
1. Mendiskusikan pengertian penyakit terminal
2. Mendiskusikan pengkajian lansia dengan penyakit terminal
3. Mendiskusikan diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit terminal
4. Mendiskusikan perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit terminal
1. pengertian penyakit terminal
2. pengkajian lansia dengan penyakit terminal
3. diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit terminal
4. perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit terminal
100 Laptop, LCD, OHP, transparans O'Neil, P.A. (2002). Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. Philadelphia: Lippincott.
Roach, S. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia: Lippincott Portofolio
Tes objective
11. memahami penatalaksanaan lansia yang mempunyai gangguan osteoporosis Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. menjelaskan pengertian penyakit osteoporosis
2. menjelaskan pengkajian lansia dengan penyakit osteoporosis
3. membuat diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit osteoporosis
4. membuat perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit osteoporosis 1. Mendiskusikan pengertian penyakit osteoporosis
2. Mendiskusikan pengkajian lansia dengan penyakit osteoporosis Mendiskusikan diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit osteoporosis
3. Mendiskusikan perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit osteoporosis
1. pengertian penyakit osteoporosis
2. pengkajian lansia dengan penyakit osteoporosis
3. diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit osteoporosis
4. perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit osteoporosis
100 Laptop, LCD, OHP, transparans O'Neil, P.A. (2002). Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. Philadelphia: Lippincott.
Roach, S. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia: Lippincott Portofolio
Tes objective
12 memahami penatalaksanaan lansia yang mengalami gangguan demensia Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
1. menjelaskan pengertian penyakit demensia
2. menjelaskan pengkajian lansia dengan penyakit demensia
3. membuat diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit demensia
4. membuat perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit demensia
1. Mendiskusikan pengertian penyakit demensia
2. Mendiskusikan pengkajian lansia dengan penyakit demensia
3. Mendiskusikan diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit demensia
4. Mendiskusikan perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit demensia
1. pengertian penyakit demensia
2. pengkajian lansia dengan penyakit demensia
3. diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit demensia
4. perencanaan asuhan keperawatan lansia dengan penyakit demensia
100 Laptop, LCD, OHP, transparans O'Neil, P.A. (2002). Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. Philadelphia: Lippincott.
Roach, S. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia: Lippincott Portofolio
Tes objective


Referensi:

Sumber Mata Ajar:
1. Annete G. Luecknotte (1996). Gerontologic Nursing. St. Louis: Mosby Book, Inc.
2. Chenitz, W.C, Stone, JT, and Salisbury, S.A. (1991). Clinical Gerontological Nursing: a guide to advanced practice.Philadelphia: W.B. Saunders Company.
3. Carol, K.R. & Sue Ann, ……., Adult Health Nursing, A Biopsicho Sosial Approach, Addison-Wesley, Publ. Co., Philadelphia
4. Dep.Kes. R.I. , (2001), Pedoman pembinaan Kesehatan Usila Bagi Petugas Kesehatan
5. Dep.Kes.R.I., (2003), pedoman Perawatan Kesehatan Usila di Rumah.
6. Eliopoulos, Charlotte, (2005), Gerontological Nursing, 6th edition,
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
7. Giovella, E.C. and Beril C.W. (1993). Nursing Care of Aging Client: promoting health adaption. Norwak: Appletion Century-Croft.
8. Johnson, B.S.(1992). Psychiatric Mental Health Nursing: Adaption and Growth. (2nd Ed,) Philadelphia: J.B Lippincott.
9. Lucille, D.G. (1991). The Aging Person a Holistic Perspective. St. Louis: The C.V. Mosby Company.
10. Matteson, M.A. and Mc. Connel, E.S. (1998). Gerontological Nursing: Concept and Practice. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
11. Miller, C.A. (1995). Nursing Care of Older Adults: Theory and Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott.
12. Mooney, Ruth A. and Green Way, M.N. (1993). Gerontologic. Washington: Delmar Publisher.
13. M.Aniek, (1998), Pengkajian Gerontology , EGC, Jakarta. Nugroho Wahyudi, (2000), Keperawatan Gerontik, EGC, Jakarta
14. Mace, Nancy L.( 2005 ).Teaching Dementia care Skill and and Understanding. Baltimore : John Hopkins.
15. Mayer, Brenna H.(Ed), (2002), Better Elder Care : A Nurse’s Guide To Caring For Older Adults, Pennsylvania, Springhuse.
16. O'Neil, P.A. (2002). Caring For The Older Adult: A Health Promotion Perspective. Philadelphia: Lippincott.
17. Roach, S. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia: Lippincott.
18. Stanhope, M and Lancaster, J. (1995). Community Health Nursing: Process And Practice For Promoting Health. St. Louis: Mosby Year Book.

Doa Pelepasan

DOA KELEPASAN
1. Nyatakan secara pribadi iman kita kepada Kristus

“Tuhan Yesus Kristus, aku percaya bahwa Engkaulah Anak Allah dan jalan satu-satunya yang menuju kepada Allah dan bahwa Engkau telah mati dikayu salib untuk dosa-dosa ku dan bangkit lagi agar aku diampuni dan menerima hidup kekal”.

2. Rendahkan diri Anda.

“Aku meninggalkan semua kesombongan, pembenaran diri dan peninggian diri yang bukan berasal dari Engkau. Aku dapat menerima belas kasihanMu hanya karena Engkau telah mati menggantikan diriku”.

3. Akui semua dosa yang anda ingat
“Aku mengakui semua dosaku dihadapanMu dan tidak ada satu dosapun yang aku pertahankan. Aku mengakui khususnya dosa….” poin B
4. Bertobat dari semua dosa

“Aku bertobat dari semua dosaku, aku memalingkan diri dari dari semua dosa itu dan berbalik kepada Mu, Tuhan untuk memohon belas kasihan dan pengampunanMu.








5. Ampunilah semua orang

“Aku memutuskan atas dasar kemauanku sendiri untuk mengampuni semua orang yang pernah merugikan atau bersalah kepadaku. Aku membuang semua kepahitan, dendam dan kebencian, secara khusus aku mengampuni….’’
( Sebutkan nama )

6. Memutuskan hubungan dengan semua bentuk okultisme dan agama palsu
“Aku memutuskan semua hubungan yang pernah kujalin dengan okultisme atau agama palsu terutama…. Aku berjanji akan menyingkirkan semua benda yang berhubungan dengan okultisme atau agama palsu”. poin A
7. Mempersiapkan diri untuk dilepaskan dari semua kutuk dalam kehidupan anda
“Tuhan Yesus, aku berterima kasih kepadamu karena dikayu salib Engkau telah menjadi kutuk agar aku bebas dari semua kutuk dan mewarisi berkat Tuhan, atas dasar itulah aku memohon kepadaMu untuk melepaskan dan membebaskanku agar dapat menerima kelepasan yang kuperlukan”.
Tambahan poin 7
1. Kutuk penyembahan berhala
2. Sihir
3. Perdukunan
4. ramal
5. mantra –mantra
6. pemujaan
7. arwah –arwah orang mati
8. kutuk kemiskinan
9. kutuk kegagalan
10. kutuk perzinahan



8. Berpihak kepada Tuhan

“Aku berdiri dipihak-Mu Tuhan dan melawan semua setan dan iblis. Aku menundukan diri kepadaMu Tuhan dan melawan iblis. Amin.

9. Lakukan Pengusiran

 “Sekarang aku berbicara kepada setiap setan yang mengendalikan diriku (berbicaralah langsung kepada mereka),
aku perintahkan engkau keluar dariku sekarang juga. Dalam nama Yesus, aku usir engkau keluar!’’.

doa terakhir
setiapa setan –setan yg belum disebut namanya
1. dalam pikiranku
2. dalam emosiku
3. dalam kehendak bebasku
4. dalam anggota tubuhku
setiap roh-roh jahat yg tidak mau keluar saat ini aku usir keluaaatsetiap roh yang masih mengikat saat ini keluar dalam nama yesus

Sabtu, 03 Desember 2011

Eksposisi PB laporan bacaan

LAPORAN BACAAN

Nama : Gerdanus
Mata kuliah : Eksposisi PB II
Dosen : Pdt yohanes wotoro M.Th


Garis Besar Roma 4:9-12.

Setelah Paulus memaparkan tentang theologia dibenarkan melalui iman di dalam Perjanjian Lama, ia menjelaskan lebih lanjut bahwa iman itu berfokus/bersumber pada perjanjian Allah.
Pada ayat 9, Paulus mengatakan, “Adakah ucapan bahagia ini hanya berlaku bagi orang bersunat saja atau juga bagi orang tak bersunat? Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran.” Melanjutkan ayat 7-8, di ayat 9, Paulus bertanya apakah ucapan bahagia/yang diberkati ini (KJV: blessedness) ini hanya berlaku bagi orang bersunat saja atau lebih luas lagi yaitu juga bagi orang yang tidak bersunat? Pertanyaan ini muncul mengingat surat ini ditulis juga kepada orang-orang Yahudi yang tinggal di Roma yang memiliki konsep bahwa hanya umat Israel yang mendapat berkat Tuhan, sedangkan bangsa lain dianggap kafir. Paulus membongkar konsep umat Israel yang “fanatik” ini dengan pengajaran bahwa selain bangsa Israel, Tuhan juga menyediakan jalan keselamatan. Mengapa? Karena semua manusia yang beriman seperti iman Abraham diperhitungkan Allah sebagai kebenaran.
Para “theolog” religionum/social “gospel” yang notabene liberal terselubung (salah satunya Jusufroni) mungkin menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa yang penting beriman di dalam iman Abraham (Yahudi, Kristen dan Islam), maka manusia diselamatkan. Tafsiran ini sesat ! Semua manusia tanpa memandang dari suku, ras atau bangsa manapun yang memiliki iman seperti iman Abraham berarti mereka beriman di dalam Kristus, barulah iman mereka diperhitungkan sebagai kebenaran. Mengapa iman Abraham identik dengan iman di dalam Kristus ? Inilah iman Perjanjian Lama yang mengarah dan menuju kepada finalitas Kristus yang diutus Bapa. Mengapa ? Karena Allah yang menyatakan diri kepada Abraham adalah Allah yang sama yang juga menyatakan diri kepada umat pilihan-Nya di dalam Pribadi Kristus. Lalu, kata “iman” sendiri di dalam ayat ini dalam bahasa Yunani pistis bisa berarti secara khusus reliance upon Christ for salvation (bergantung pada Kristus untuk keselamatan). Jadi, iman sejati seperti iman yang dimiliki Abraham adalah iman hanya di dalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus.
1 Korintus 2:6-9
Bagian ini merupakan respons Paulus yang ke-4 seputar masalah “hikmat” yang membuat jemaat Korintus menganggap berita salib sebagai sebuah kebodohan. Dari pembahasan sebelumnya kita sudah belajar tiga respons lainnya, yaitu: (1) 1:18-25, Injil memang “kebodohan”, tetapi bagi mereka yang akan binasa; (2) 1:26-31, mayoritas jemaat Korintus dahulu juga termasuk orang yang bodoh menurut ukuran dunia; (3) 2:1-5, Paulus sendiri memberitakan Injil bukan dengan hikmat duniawi. Di 2:6-9 Paulus menegaskan bahwa dia sebenarnya memberitakan hikmat, tetapi bukan hikmat seperti yang mereka pikirkan.

Alur berpikir Paulus di 2:6-9 sangat mudah untuk ditelusuri. Ayat 6 merupakan pernyataan Paulus bahwa dia juga memberitakan hikmat, tetapi hikmat ini tidak sama dengan hikmat duniawi. Di ayat 7-8 dia lalu menjelaskan ciri-ciri hikmat yang dia maksudkan. Ayat 9 merupakan penutup bagian ini yang berisi dasar Alkitab bagi penyataan hikmat yang benar.
GALATIA
Ketika kita membaca surat kita ini, kita tidak dapat membayangkan betapa hancurnya hati Paulus dan betapa herannya ia terhadap jemaat-jemaat ini pada waktu ia menulis surat ini. Misalnya pada pasal 1 ia berkata: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia” (Galatia 1:6-9).
Efesus 6 :1-4
John Stott menganggap hal itu tergantung tradisi / budaya setem¬pat. Di Romawi pada jaman Paulus, anak harus tunduk kepada orang tua selama orang tua masih hidup. Di Inggris pada abad 20, usia 18 tahun dianggap sudah dewasa dan bebas dari orang tua. Ketaatan ada batasnya, tetapi hormat pada orang tua tak ada batas¬nya. Jadi, kalaupun orang tua memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan, kita tak boleh mentaatinya, tetapi tetap harus menghormatinya!

Ada yang menganggap bahwa kata ‘bapa’ dalam ay 4 hanya berarti bapa (ibu tak termasuk. Tapi lebih kebanyakan penafsir yang menganggap bahwa di dalam kata ‘bapa’ sudah termasuk ibu. Alasan¬nya: Ibr 11:23 kata bah. Yunaninya seharusnya berarti bapa-bapa, tapi toh dalam bagian itu harus diterjemahkan sebagai ‘orang tua’ (ibu termasuk)).
Anak disuruh taat / hormat kepada orang tua, tetapi orang tua tak disuruh untuk ‘gunakan’ otoritasnya. Seorang bapa bangsa Romawi pada abad pertama punya hak mutlak atas anaknya. Ia berhak menju¬alnya sebagai budak, mempekerjakannya di ladang dengan rantai / borgol, mengghakimi mereka, menjatuhkan hukuman kepada mereka, bahkan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka. Ini tentu berten¬tangan dengan Kitab Suci! Orang tua bertanggung jawab kepada Tuhan dalam menggunakan otoritasnya terhadap anak.
FILIPI 4:10-23
Tindakan memberi' menimbulkan effek positif bagi:
Penerima (dalam kontex ini adalah Paulus). Ini memang merupakan sesuatu yang logis, dan dalam kontex ini hal ini terlihat dari ay 14 yang menunjukkan bahwa pemberian ini menyebabkan kesu-sahan Paulus 'dibagi' dengan jemaat Filipi, sehingga menjadi lebih ringan bagi Paulus. ay 18 yang menunjukkan bahwa kalau tadi Paulus kekurangan, maka sekarang ia cukup, bahkan berkelimpahan karena pemberian itu.
Sebagian uang yang ada pada saudara, apalagi kalau saudara adalah orang yang kaya, mungkin tidak akan pernah saudara pakai sampai saudara mati, dan dengan demikian tidak berguna baik bagi saudara maupun bagi orang lain. Tetapi kalau uang itu saudara berikan kepa-da orang yang membutuhkan, itu akan sangat berguna dan menolong mereka dalam penderitaan mereka. Karena itu maulah memberi!
Pemberi (dalam kontex ini adalah jemaat Filipi).
Kalau yang no 1 di atas jelas merupakan sesuatu yang logis, maka yang sekarang ini kelihatannya justru sangat tidak logis. Tetapi ini benar dan ini bisa terlihat dari Ay 19: 'Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut ke- kayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus'. ini sebetulnya mencakup baik jasmani maupun rohani, tetapi mungkin sekali yang lebih ditekankan adalah jasmani. dari 2Kor 8:1-5, terlihat bahwa jemaat Filipi (Filipi terletak di Makedonia - bdk. Kis 16:12) memberi dari kemiskinan mereka! Tetapi ay 19 ini menunjukkan bahwa Allah akan membalas mereka dari kekayaanNya. Ini jelas merupakan suatu effek yang positif bagi mereka sebagai pemberi.
Jadi, dari ay 19 ini terlihat bahwa orang yang mau memberi pasti akan mendapatkan berkat (bahkan secara jasmani), dari Tuhan. Bandingkan dengan ayat-ayat Kitab Suci ini: Amsal 11:25 19:17 21:13 22:9 28:27 Mat 5:7 2Kor 9:6-8, yang menunjukkan bahwa kalau saudara mau memberi kepada orang yang membutuhkan, Allah akan memberkati saudara sehingga saudara justru akan mendapatkan effek yang positif. Sebaliknya, kalau saudara tidak mau memberi kepada orang yang membutuhkan, saudara justru akan rugi Tetapi tentang hal ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan jangan semua ini menyebabkan saudara memberi dengan pamrih ay 19 ini tidak bisa dijadikan dasar dari Theologia Kemakmur-an, karena disini dikatakan bahwa Allah akan memenuhi 'sega-la keperluanmu', bukannya 'segala keinginanmu' atau 'segala permintaanmu'.

KOLOSE
Ayat 1 -Filemon adalah seorang tuan tanah berkebangsaan Yunani yang berdomisili di Lembah Lycus wilayah Kolose.(3) Dia merupakan buah dari pelayanan misi Paulus. Rumahnya di pakai sebagai tempat pertemuan/ibadah jemaat Kolose. (4)
Ayat 2-3 – Siapakah Afia dan Arkhipus? Sangat mungkin Apfia adalah isteri Filemon dan Arkhipus adalah anak mereka. Keluarga mereka menjadi berkat bagi persekutuan orang-orang percaya dan rumah mereka menjadi salah satu tempat jemaat beribadah karena pada waktu itu belum ada bangunan resmi sebagai gereja karena adanya tekanan dan penganiayaan secara sporadis terhadap kekristenan.(5) Agaknya penentangan terhadap gereja merupakan sesuatu yang biasa yang masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
Ayat 4-7 – Betapa menyenangkan bagi Paulus mendengar bahwa Filemon memiliki kasih yang sangat besar terhadap pekerjaan Tuhan. Ini sangat menyukacitakan Paulus. Sukacita surgawi harus selalu menjadi milik kita apabila mendengar dan menyaksikan pekerjaan Tuhan dalam diri orang lain semakin maju dan bukan sebaliknya.(6)
Ayat 8-9 – Kebesaran hati seseorang terpancar dari cara ia memandang orang lain. Adalah hak Paulus (apalagi dalam kapasitas sebagai seorang rasul) untuk memerintahkan sesuatu yang harus ditaati oleh Filemon. Namun Paulus tidak menggunakan hak itu, justru ia “meminta” (7) kepada Filemon. Dalam pengertian ini terlihat betapa Paulus respek terhadap Filemon. (8) Ini mengajarkan kita bahwa respek merupakan salah satu unsur penting dalam hubungan pelayanan. Pelayanan seringkali rusak karena ketidakmampuan menghargai atau menaruh percaya kepada mereka yang memiliki kapabilitas dalam pelayanannya.
Ayat 10 – Filemon adalah pemilik budak yang memiliki hak untuk menentukan hidup mati budaknya yang melarikan diri. Ini pasti sangat menakutkan Onesimus. Maka Paulus menjelaskan kepada Filemon bahwa sudah saatnya ia membangun hubungan yang baru dengan Onesimus; bukan hanya sebagai tuan dan budak, namun sebagai seorang saudara di dalam Kristus. Perhatikan bagaimana Paulus menyebut Onesimus sebagai “anakku” (9) menunjukkan teladan penerimaan yang luarbiasa kepada seorang yang berbeda latarbelakang. Melalui sebutan ini, Paulus menunjukkan kepada Filemon bahwa Onesimus sekarang telah menjadi seorang Kristen, saudaranya di dalam Kristus.

TITUS 2:4-5
Allah mempunyai rencana khusus bagi wanita dalam hubungan dengan keluarga, rumah tangga, dan keibuan.
1. Keinginan Allah bagi seorang istri dan ibu ialah supaya perhatian dan pengabdiannya difokuskan pada keluarganya. Rumah tangga, suami, dan anak-anak harus merupakan pusat dunia seorang ibu Kristen; inilah cara yang ditetapkan secara ilahi baginya untuk menghormati Firman Allah (bd. Ul 6:7; Ams 31:27; 1Tim 5:14).
2. Tugas khusus wanita yang diberi Allah sebagaimana dikaitkan dengan keluarga termasuk:
1. Memelihara anak-anak yang dipercayakan Allah kepadanya (ayat Tit 2:4; 1Tim 5:14) sebagai pelayanan bagi Allah (Mazm 127:3; Mat 18:5; Luk 9:48);
2. Menjadi seorang penolong dan teman setia kepada suaminya (ayat Tit 2:4-5; Kej 2:18) atau ref. Kej 2:18]
3. Membantu sang ayah mengasuh anak-anak agar mempunyai watak saleh dan berbagai ketrampilan praktis dalam hidup (Ul 6:7; Ams 1:8-9; Kol 3:20; 1Tim 5:10;
4. Menyediakan tumpangan di rumah (Yes 58:6-8; Luk 14:12-14; 1Tim 5:10);
5. Menggunakan ketrampilannya untuk menyediakan keperluan rumah tangga (Ams 31:13,15-16,18-19,22,24);
6. Memelihara orang-tua yang sudah lanjut usia (1Tim 5:8; Yak 1:27).
3. Para ibu yang ingin memenuhi rencana Allah bagi kehidupan mereka dan keluarga mereka, tetapi harus bekerja mencari nafkah jauh dari anak-anak karena keadaan ekonomi, harus menyerahkan keadaan ini kepada Tuhan sambil berdoa kepada Allah untuk membuka jalan supaya ia dapat memenuhi tempat dan fungsi dalam rumah bersama anak-anak (Ams 3:5-6; 1Tim 5:3; juga
FILEMON
Ayat 1 -Filemon adalah seorang tuan tanah berkebangsaan Yunani yang berdomisili di Lembah Lycus wilayah Kolose.(3) Dia merupakan buah dari pelayanan misi Paulus. Rumahnya di pakai sebagai tempat pertemuan/ibadah jemaat Kolose. (4)
Ayat 2-3 – Siapakah Afia dan Arkhipus? Sangat mungkin Apfia adalah isteri Filemon dan Arkhipus adalah anak mereka. Keluarga mereka menjadi berkat bagi persekutuan orang-orang percaya dan rumah mereka menjadi salah satu tempat jemaat beribadah karena pada waktu itu belum ada bangunan resmi sebagai gereja karena adanya tekanan dan penganiayaan secara sporadis terhadap kekristenan.(5) Agaknya penentangan terhadap gereja merupakan sesuatu yang biasa yang masih dapat kita saksikan hingga sekarang.

12 prinsip kepemimpinan kristen

12 Prinsip Kepemimpinan Alkitabiah, Kunci Keberhasilan Pemimpin Gereja
Author : Pdt. M.D. Wakarry | This author have 35 posts
Prinsip 1 : Pemimpin Gereja dipanggil dan ditetapkan oleh Allah. Dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian baru, Alkitab mengggariskan bahwa pemimpin umat Tuhan adalah dipanggil dan ditetapkan oleh Allah :
• Musa dan Yosua (Kel. 3:10, Yosua 1:1-3)
• Saul dan Daud (I Sam. 16:12-13)
• Rasul-rasul (Mark 3:13-18)
• Lima Jawatan Gereja (Ef. 4:11-13)
• Penatua-penatua dan penilik-penilik di jemaat-jemaat lokal (Kis. 14:23, 20:28).
Alkitab menerapkan bahwa pemerintahan gereja bersifat teokratis. Bukan otokratis, bukan birokratis dan bukan pula demokratis. Dalam sistim teokrasi, Allahlah yang memilih, memanggil dan memperlengkapi orang-orang tertentu menjadi pemimpin dan pemerintah bagi umatNya. Tuhan juga yang mendelegasikan suatu ukuran otoritas kepada para pemimpin gereja, sesuai kehendakNya, dan untuk melaksanakan tugas-tugas, serta mencapai tujuan-tujuan, dalam kerangka rencanaNya. Para pemimpin gereja adalah pengabdian memenuhi panggilan, karena itu pemimpin gereja bukanlah suatu profesi, tetapi panggilan pelayanan. Dalam gereja Tuhan di Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah Kepala Gereja — Gereja atau Jemaat adalah Tubuh Kristus (Efesus 1:22-23) Yesus menjadi pusat atau sentra gereja (Wahyu 5:6, 1:13). Dia, Kepala dari Gereja – yaitu jemaat yang lintas suku, kaum, bahasa, bangsa, denominasi, segmen dan strata masyarakat. (Galatia 3:28). Gereja yang universal dari semua penjuru dunia ini. (Matius 16:18). Sebagai pelaksana kepemimpinannya dalam gereja universal, Tuhan mendelegasikan fungsi-fungsi kepemimpinan kepada: Rasul-rasul, Nabi-nabi, Penginjil-penginjil, Gembala-gembala, Pengajar-pengajar. (Efesus 4:11). Masing-masing dengan pelayanan khusus. Namun semuanya meraih suatu sasaran : dunia yang diinjili dan gereja yang bertumbuh menjadi sempurna (Efesus 4:12-16), Matius 28:18-20). Dalam gereja lokal ditetapkan penatua-penatua (presbuteros) dan penilik jemaat (episkopos). Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul menetapkan penatua-penatua (Kisah 14:23, Titus 1:5-9). Paulus juga menyebut penilik jemaat (Kisah 20:28, Filemon 1:1, I Timotius 3:1-7). Juga ada diaken (diákonos) yang menjadi pembantu pimpinan (Kisah 6:4-6, I Timotius 3:8-13). Rasul Yohanes mengaku dirinya sebagai penatua (II Yohanes 1:1, III Yohanes 1:1). Rasul Petrus juga (I Petrus 5:1). Dalam organisasi gereja, terdapat juga para pemimpin struktural seperti dalam GPdI. Sifat kepemimpinan dalam organisasi adalah pemimpin atas pimpinan, seperti pimpinan atas gembala-gembala. Dan gembala-gembala sebagai pimpinan jemaat lokal. Karena penetapan pemimpin dalam organisasi menurut konsensus, dipilih dari antara pimpinan (para gembala, pengajar atau penginjil), menurut aturan yang telah disepakati, dan tetap berlandaskan Firman Allah.
Prinsip II : Pemimpin harus diurapi Roh Kudus. Dalam Perjanjian Lama jawatan strategis pada umat Israel yaitu Raja, Imam dan Nabi, dilantik atau disahkan dengan cara pengurapan minyak. Dalam Perjanjian Baru minyak urapan adalah metáfora untuk Roh Kudus. Yesus Kristus, Kepala Gereja, menjadi contoh. Ia diurapi dengan Roh Kudus dan kuat kuasa (Kisah 10:38). Rasul-rasul harus menunggu di Yerusalem untuk menerima Roh Kudus (Kisah 2:1-4). Paulus juga mengalami pengurapan yang sama untuk panggilannya (Kisah 9:17). Diurapi dengan Roh Kudus dan Kuasa, menurut hemat saya, bukan sekedar pengalaman kepenuhan Roh Kudus dengan tanda bahasa roh, melainkan juga pengurapan khusus untuk misi atau tugas khusus, seperti Yesus (Kisah 10:38, Matius 3:16-17). Roh Kudus mengaruniakan kuasa dan kesanggupan (dunamis Kisah 1:8) kepemimpinan, baik kemampuan intelektual maupun spiritual. Pengurapan harus dipelihara, harus proaktif, harus aktual dan selalu dibaharui. Pemimpin gereja mutlak memerlukan pengurapan Roh Suci, sebagai keabsahan pelayanannya.
Prinsip III : Pemimpin harus jadi Teladan dan Contoh. Seorang pemimpin gereja wajib menjadi teladan atau contoh (Ibrani 13:7, I Timotius 1:16, 4:12, I Petrus 5:3). Banyak pemimpin adalah ahli – dan seharusnya demikian. Juga banyak yang pandai bicara – dan itu juga satu talenta yang baik. Namun, lebih penting, bahwa ia dapat menjadi contoh dalam semua hal yang diajarkannya. Pemimpin dalam Alkitab adalah seorang yang berjalan di depan dan domba-domba mengikut dari belakang. Dalam perang modern dewasa ini, para jenderal memegang komando dari markas komando, menentukan strategi, sasaran serangan, Namun tidak lagi berada di medan tempur barisan depan. Dalam strategi Tuhan, pemimpin harus berada di barisan depan. Memberi komando dan diikuti anak buah. Ia menjadi sasaran terdepan dari musuh. Ingatlah disamping harus menjadi teladan dalam unsur-unsur Illahi seperti iman dan kasih, dalam soal moral : kekudusan pernikahan. Tak kalah pentingnya soal karakter : tingkah laku, sopan-santun, tidak angkuh, dlsb. Dalam hal integritas yakni moral kejujuran, pengabdian. Dan kredibilitas : dapat dipercaya, teguh dalam prinsip. Di samping semua itu, pemimpin juga disorot kehidupan pribadinya, perkawinannya, rumah tangganya, anak-anaknya, dll. Sebagai pemimpin teladan, kita menjadi panutan yang transparan. Anggota melihat kita, memperhatikan kita dan mencontoh kita. Seorang pemimpin ialah pengatur (proistemi), yang berarti berdiri di hadapan memimpin, mengatur, mengarahkan dengan praktek.
Prinsip IV : Pemimpin Rohani harus memiliki stándar Moral dan Karakter. Harus hidup Kudus. Kalau kita membaca kualifikasi seorang penatua atau penilik jemaat dalam I Timotius 3:1-7dan Titus 1:5-9, bagian terbesar dari persyaratan pemimpin rohani adalah moral dan karakter. Kemurnian, kesalehan dan kekudusan adalah prinsip dasar dari para pemimpin rohani. Kehidupan nikah, pengelolaan keuangan, pengendalian temperamen, pembinaan rumah tangga, sifat perilaku, percakapan, dlsb. menjadi unsur-unsur penting pembinaan moral dan karakter. Rasul Paulus mengingatkan para pemimpin : “jagalah dirimu” kemudian baru “jagalah seluruh kawanan” (Kisah 20:28). Itu sebabnya sering dikatakan bahwa pemimpin rohani harus berkarakter, harus memiliki integritas. Kebiasan-kebiasaan buruk acap kali kita kategorikan sebagai “kelemahan manusiawi” dan dianggap sah-sah saja. Padahal kemurnian moral dan karakter tidak boleh kita anggap hal lumrah sebab Kemurnian moral atau “bejana yang bersih” sangat menentukan karya pengurapan Roh Kudus. Di zaman sekarang, terasa sekali betapa sulitnya hidup kudus. Godaan uang, pergaulan, kehidupan enak, kedudukan, kehormatan, godaan film dan literatur, keterbukaan soal-soal seksual, membenarkan dusta, dll tidak luput menghadang para pemimpin rohani. Tetapi pegangan kita tidak boleh bergeming : “hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu”. (II Petrus 1:15).
Pemimpin yang dipanggil oleh Tuhan harus memiliki hidup kudus, dan jangan terkena pencemaran (Roma 12:1,2, I Korintus 6:19-20, I Petrus 2:6, 2 Korintus 6:12-16).
Prinsip V : Pemimpin gereja harus memiliki VISI. Harus visioner. Para pemimpin gereja pada zaman “paling akhir” yang luar biasa ini, yang ingin menjadi mitra Tuhan dalam pembentukan tubuh Kristus, dalam penginjilan Global, harus merupakan pemimpin-pemimpin visioner. Abad 21 sudah di depan kita, abad dengan sebutan era globalisasi. Karenanya, para pemimpin dunia selalu dianjurkan memiliki visi global. “Bila tidak ada wahyu (vision), menjadi liarlah rakyat”. (Amsal 29:18). Umat yang tidak memiliki pemimpin visioner akan salah arah atau berputar-putar di tempat – tidak maju walaupun tidak mundur. Seorang pemimpin dari Tuhan harus memiliki visi, juga dari Tuhan, seperti Abraham (Kejadian 12:1-3). Visi adalah suatu pandangan rohani yang jauh ke depan, menjangkau hal-hal yang besar, dahsyat, ajaib, tidak mungkin dan mustahil. Visi adalah pandangan iman, yang tak terbatas indra mata dan kadar intelegensia. Visi berhubungan erat dengan iman (II Korintus 5:7, Efesus 1:18-20, 3:20) dan dengan rencana Tuhan ( I Korintus 2:9, Ayub 42:2). Visi dapat diperoleh dari Firman Tuhan dan dari Roh Kudus. Pemimpin gereja minimal harus memiliki 4 visi strategis ini :
1. Visi globalisasi Injil (Markus 16:15, Matius 28:18-20, Kisah 1:8, Roma 1:5, Matius 24:14, Wahyu 5:9) dan pekabaran Injil lintas budaya.
2. Visi Gereja Tubuh Kristus (Efesus 4:12,16) mempelai Kristus (Efesus 5:23-25) dan visi gereja lintas denominasi.
3. Visi Gereja Lokal dan pertumbuhan gereja lokal (Kisah 20:28, Kisah 14:23).
4. Visi Karya Roh Kudus Akhir Zaman (Kisah 2:17-19), yang lintas dan di atas segala-galanya (Kisah 2:17-19). Visi global, walaupun ruang lingkup pelayanan kita lokal. Untuk mengimplementasikan visi, pemimpin harus mengembangkan dan menggunakan strategi. Strategi mencakup pertumbuhan pelayanan, peperangan rohani dan persekutuan atau kebersamaan. Seorang pemimpin haruslah seorang visioner.
Prinsip VI : Pemimpin harus memiliki Pengetahuan dan rajin belajar. Harus memiliki kemampuan intelektual. Raja Salomo adalah pemimpin yang berdoa kepada Tuhan memohon hikmat dan pengetahuan. (II Tawarikh 1:10). Dalam buku Amsal kita dapat membaca betapa substansialnya Hikmat dan Pengetahuan. Nabi Hosea menulis : Umatku binasa karena tidak mengenal Allah (My people are destroyed for lack of knowledge. Hosea 4:6). Kalau umat Tuhan dibinasakan karena kurang pengetahuan, apalagi para pemimpinnya. Hikmat (wisdom) atau Kearifan dan kebijaksanaan hanya kita peroleh dari Tuhan. Pengetahuan dapat kita miliki karena belajar dari Alkitab (I Timotius 3:15), belajar dari orang-orang lain, belajar dari buku-buku dan belajar dari sumber informasi lainnya. Pemimpin harus rajin belajar. Pelayan Tuhan, para gembala, pendeta, harus rajin belajar dari orang lain (Amsal 27:17, Pengkhotbah 10:10). Zaman ini adalah era informasi. Zaman ini adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan dunia kita dalam bidang IPTEK maju secara mencengangkan. Perubahan-perubahan dahsyat terjadi karena revolusi iptek. Pemimpin rohani harus mengantisipasi hal ini, karena banyak teologi sudah rancu karena pengaruh filsafat manusia. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan intelektual.
Prinsip VII : Kepemimpinan Rohani adalah Kehambaan, Pengabdian dan Pengorbanan. Pemimpin adalah Pelayan. Kepemimpinan gereja adalah pengabdian (I Petrus 5:1-3), dan bukan untuk cari uang dan jabatan. Godaan kedudukan adalah salah satu kejatuhan utama para hamba Tuhan. Kepemimpinan rohani bukanlah bergaya majikan, boss atau direktur perusahaan. Pemimpin wajib memiliki hati hamba dan sifat pelayan (Yohanes 13:4-17, Markus 9:35). Para pemimpin harus berjiwa pelayan. (Efesus 6:6-8). Pemimpin adalah PELAYAN. (Lukas 22:26), dan Yesus, pemimpin agung kita berfungsi sebagai pelayan (Lukas 22:27). Kepemimpinan gereja adalah pengorbanan. Model kepemimpinan kita adalah Yesus Kristus. Para pemimpin sendiri disebut : hamba Tuhan. Jadi, majikannya ialah Tuhan sendiri. Para pemimpin harus bergantung total kepada Tuhan, bukan kepada manusia, kekuatan uang, ekonomi, politik, atau sikon.
Prinsip VIII : Pemimpin harus bekerja keras, rajin berdoa dan berprestasi baik. Para penatua yang baik dan bekerja keras patut dihormati (I Timotius 5:17). Mereka harus orang-orang yang rajin, tidak malas (Roma 12:8). Para pemimpin harus merupakan sosok yang rajin berdoa, rajin melayani, rajin mengajar Firman dan bekerja sekerasnya untuk pertumbuhan gereja dan penyebaran Injil. Bekerja keras berarti juga disiplin dan tidak cengeng. Pemimpin gereja harus berprestasi baik, barulah beroleh kedudukan yang baik (I Timotius 3:13).
Prinsip IX : Pemimpin mampu berkomunikasi. Pemimpin adalah komunikator. Salah satu kelemahan para pemimpin gereja yang dapat menghambat keberhasilan pelayanannya adalah kekurangmampuan untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan unsur penting dalam kepemimpinan. Pernyataan rasul Paulus : “Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal….” (I Korintus 10:33) ; menunjukkan kemampuannya yang besar sekali dalam berkomunikasi. Komunikasi bukan sekedar kemampuan berbicara, tetapi kesanggupan melakukan kontak-kontak, melalui beraneka ragam cara. Kehidupan kita dalam suatu masyarakat, apapun segmennya, stratanya atau kelompoknya, mengharuskan kita berkomunikasi, mengarahkan kita untuk mengembangkan dan membina relasi. Allah lebih dahulu berkomunikasi dengan kita, bahkan Ia berusaha selalu mengadakan komunikasi dengan manusia, sejak di taman Eden, dan puncaknya melalui Yesus, serta kini dengan Firman dan Roh Kudus. Komunikasi kita yang pertama, harus secara kontinyu dengan Tuhan, lewat doa, pujian, penyembahan, berkorban. Kedua, dengan orang-orang yang kita layani. Ketiga, dengan orang-orang luar. Sebagai gembala kita harus mampu berkomunikasi dengan jemaat, apakah itu secara individu dan berkelompok. Kita harus mampu berkomunikasi dengan keluarga sendiri, dengan lingkungan, dengan masyarakat, dengan Pemerintah. Kita harus berkomunikasi lewat khotbah, ceramah, pelajaran dan pelayanan lainnya.
Prinsip X : Pemimpin musti Siap menghadapi Tantangan dan Menghadapi konflik. Pemimpin harus memiliki Solusi. Seorang pemimpin rohani harus memiliki kemampuan memanfaatkan peluang-peluang yang ada, dan siap menghadapi tantangan-tantangan yang menghadang. Para pemimpin gereja di zaman modern ini harus memiliki risiko tantangan-tantangan yang canggih pula. Tantangan terdiri dari banyak jenis. Saya hanya utarakan beberapa butir yang aktual saja.
• Tantangan dari godaan keinginan duniawi. (I Yohanes 2:16)
- berkat material / kemakmuran.
- kedudukan / kehormatan.
- uang / kemewahan.
- kesuksesan / keangkuhan
- seks / problema keluarga
• Tantangan dari sikon dunia dengan “penguasanya” (I Yohanes 5:19, II Timotius 3:1-5)
- kekuatan moneter ekonomi
- kekuatan sosial politik
- kekuatan bersenjata
- kekuatan agama-agama
- kekuatan okultisme
- kekuatan kultur (budaya)
- kekuatan massa
- kekuatan kompromi
- kekuatan tekanan
- kekuatan penekan ekonomi (kemiskinan).
• Tantangan dari diri sendiri (Kisah 20:28)
- egoisme
- tidak terpanggil / tidak terbeban
- tidak memiliki kepemimpinan yang Alkitabiah
- tidak memilki semangat / keberanian
- tidak ada visi
- cengeng – apabila ada kesulitan
- problema keluarga
• Tantangan dari Jemaat dan orang luar
- kritik, kecaman, protes
- konflik
- kompetetif antar gereja
Tantangan harus dihadapi, dilawan, diatasi dan dibereskan/diselesaikan. Seorang pemimpin jangan mengelak atau lari dari tantangan. Tidak ada pilihan : harus siap menghadapinya, harus temukan solusinya. Strategi dalam menghadapi setiap tantangan, ialah :
• Koreksi diri sendiri (mawas diri)
• Lakukan peperangan rohani :
- Musuh kita : IBLIS dan aparaturnya.
- Doa dan Puasa
- Arif, Bijaksana, Cerdik
- Jangan berkelahi atau bersaing!
- Yesus sudah menang, kita adalah anak-anak dan pelayan-pelayan Yesus.
- Roh Kudus pembela dan penolong kita.
• Jangan menyendiri, galang kebersamaan.
Prinsip XI : Pemimpin harus bersemangat. Pemimpin bermental kemenangan. “Tuhan menggerakkan semangat Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan semangat Yosua bin Yosadak, imam besar…..” (Hagai 1:14). Rupanya gangguan semangat yang memudar juga dapat mengganggu para pemimpin. Umat Tuhan di zaman nabi Hagai luntur semangat mereka untuk membangun rumah Tuhan, sampai-sampai Zerubabel dan Yosua ketularan, sehingga Tuhan membangunkan kembali semangat mereka untuk melanjutkan pekerjaan. “Siapa akan memulihkan semangat yang patah?” (Amsal 18:14), karena “semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22). Dan Tuhan sanggup memulihkan semangat (Yesaya 57:15). Dalam situasi dan suasana apapun, Pemimpin gereja harus menunjukkan bahwa semangat mereka tidak kendor. Gereja dalam kancah krisis memerlukan pimpinan yang konsisten dengan semangat yang tinggi. Semangat datang dari Tuhan melalui:
- doa & penyembahan, puji-pujian
- Firman dan kesaksian-kesaksian
- Kebangunan rohani / karya Roh Kudus
Pemimpin memiliki semangat menyala-nyala. (Roma 12:11)
Prinsip XII : Pemimpin harus didoakan. Pemimpin rohani didukung Tim Doa. Para pemimpin gereja adalah manusia biasa. Mereka bukanlah “Superman”. Mereka dapat letih, lemah, sakit, luka batin, stress dan jenuh. Mereka harus disokong secara moral dan spiritual. Mereka harus ditopang dengan doa syafaat. Doakan para pemimpin gereja! Rasul Paulus, seorang pemimpin yang dipakai Tuhan secara istimewa dan luar biasa, dengan jujur menulis beberapa kali memohon, agar ia didoakan. (Efesus 6:19, Kolose 4:3, Ibrani 13:18). Kita wajib mentaati dan memiliki roh penundukan kepada pimpinan. (Ibrani 13;17). Mereka yang bekerja keras juga harus dihormati (I Timotius 5:17). Tetapi yang terpenting, kita harus mendoakan mereka. Sebab setiap pemimpin rohani yang sukses, berarti di belakangnya ada pasukan doa yang sedang menyokong. Para Pelayan/Pemimpin rohani harus terlibat dalam persekutuan doa dan puasa. Harus ada “back-up” dari para pendoa syafaat.
Penutup. Gereja memerlukan pemimpin-pemimpin. “Jikalau tidak ada pemimpin, jatuhlah bangsa” (Amsal 11:14). Gereja tidak akan bertumbuh mencapai kedewasaan, tanpa kepemimpinan (Efesus 4:11-16). Gereja yang tengah bertumbuh dan bergumul dalam dunia yang penuh goncangan dan krisis, memerlukan pimpinan yang solid, yang kekuatannya bertumpu pada asas-asas kepemimpinan yang Alkitabiah. Kita merindukan gereja yang menang dan sukses, berarti gereja yang memiliki kepemimpinan bervisi tajam, bermotivasi dasar yang benar, dengan strategi yang diarahkan oleh Firman dan Roh Kudus, serta paling penting : dalam otoritas Kepala Gereja : Tuhan Yesus Kristus (Efesus 4:16). Kita menantikan gereja yang tak ada cacat, kerut, atau cela ; gereja yang suci, cemerlang, dan gemilang. Gereja sempurna : pengantin Kristus. Haleluyah! (dari gerdanus saumatgerat mentawai).

ASPEK-ASPEK KEPEMIMPINAN

ASPEK-ASPEK KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan memiliki banyak aspekyang terkait satu dengan yang lain. Untuk memahami kepemimpinan dengan baik, maka sapek-aspek berikut perlu diperhatikan, yaitu Tujun, pedelegasian, kewenangan, motivasi, komunikasi, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan disiplin kerja. Aspek-aspek ini akan dibahas satu lapisan satu, serta dikaitkan satu kepada yang lain untuk membangun pemahaman komprehensif. Setiap pemimpin dianjurkan untuk mengenali serta menerapkan aspek-aspek ini dengan baik apabila ia berkehendak untuk mengembangkan kinerjanya sebagai pemimpin yang kompeten.
a. Tujuan
Organisasi apapun dibentuk dan ada untuk sesuatu tujuan. Gereja sebagai komunitas Allah, yang memiliki sesuatu “ sense of Mision” didasarkan atas suatu Tujuan yang merupakan dinamika penggerak untuk maju dan mencapai apa yang telah ditetapkan. Untuk menetapkan suatu tujuan, maka hal-hal dibawah ini perlu diperhatikan, antara lain
1. Memiliki Tujuan
Telah disinggung bahwa komunitas atau organisasi apa pun ada, untuk suatu tujuan, dalam upaya memahami apa sebenarnya Tujuan itu yang berkenaan dengan keberadaan suatu kelompok masyarakat/organisasi, maka akan dijelaskan jemnis-jenis Tujuan seperti berikut dibawah ini
1.1. Tujuan Utopi
Gereja sebagai umat Allah memiliki Tujuan Utopi tertinggi yang telah dirancang Allah sejak kekekalan. Tujuan utopi gereja ini dapat diungkapkan dengan suatu anak kalimat, yaitu kerajaan Allah. Kerajaan Allah, ialah penguasa Allah yang mengenapkan seluruh perjanjian berkat Allah yang mendatangkan kemuliaan bagi namaNya. Tujuan utopi disini menjelaskan bahwa segala segi hidup dan kerja dari Umat Allah harus diarahkan bagi kemuliaan Allah. Alasan utama bagi penekanan ini ialah Bahwa Allah telah menciptakan UmatNya bagi kemuliaanNya, sehingga umatNya harus hidup unruk kemuliaanNya saja Maz 8: 1-10 ;93: 1-4.
1.2. Tujuan Misional
Tujuan misional gerja Umat Allah adala antara lain: JADILAH SEGALA BANGSA MURID KRISTUS mat 28: 18-20 mark 16: 15-18. Lingkup pertumbuhan gereja diantara segala bangsa itu penyangkut pertumbuhan dari sisi jumlah, Mutu, Fungsi, dan Lokasi. Tujuan misional ini dapat ada pada setiap wada atau organisasi suatu apa pun. Tujuan ini sering bersifat baku/permanen, yang sekaligus menjelaskan tentang focus utama serta sifat-sifat suatu organisasi.

Jumat, 02 Desember 2011

RESUME BUKU

RESUME BUKU
Nama : Gerdanus
Nama buku : Teologi Sistematika (Doktrin Akhir Zaman)
Pengarang : Louis Berkhof
Halaman : 1-149
Penerbit : Momentum Cristian Literatutre

Garis besar buku
Dokrin mengenai akhir zaman bukanlah sesuatu yang khusus milik agama Kristen saja. Setiap kali manusia memikirkan kehidupan secara serius, baik dalam diri pribadi maupun kelompok bangsa, mereka bukan sekedar bartanya kapan hari itu akan tiba dan bagaimana terjadinya, tetapi juga apakah hal itu pasti ? mereka mengajukan pertanyaan : apakah tujuan akhir manusia itu? Tujuan apakah yang sedang beusaha diraih oleh manusia hanya mereka yang percaya bahwa sejarah umat manusia mempunyai awal, yang juga percaya bahwa sejara mempunyai akhir, dan mereka pulalah yang dapat membicarakan doktrin tentang eskatologi
Jika kita berbicara secara umum maka dapat dikatakan bahwa kekristenan tidak pernah melupakan prediksi yang indah berkenaan dengan masa yang akan datang dari setiap individu ataupun gereja dapat menghindari pemikiran tentang hal ini dan sambil memikirkannya mereka merasakan satu penghiburan. Pada periode paling awal, gereja sepenuhnya menyadari elemen-elemen terpisah dari pengharapan orang Kristen misalnya kematian jasmani bukanlah kematia kekal jiwa orang yang telah meninggal masih tetap hidup, kristus pasti akan datang kembali, aka nada kebangkitan orang mati sebagai umat Allah, lalu aka nada penghakiman terakhir dimana ada penghukuman kekal yang dinyatakan atas orang jahat tetapi orang benar akan mendapatanuggerah kemuliaan kekal disurga.
Penilaian terhadap buku
Pengertian Alkitab tentang kematian mencakup kematian jasmani, kematian rohani dan kematian kekal. Kematian jasmani dan rohani biasanya dibicarakan dalam kaitan denga doktrin dosa dan kematian kekal dibicarakan secara lebih khusus dalam eskatologi. Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana dengan jiwa kita ? apakah kematian jasmani bahwa akhir bagi jiwa kita, keyakinan yang dipegang oleh gereja Tuhan Yesus Kristus adalah bahwa jiwa terus ada bahkan juga setelah kematian jasmani. Jika jiwa kita benar akan disempurnakan dalam kesucian diterima dalam surga yang tertinggi dimana adsa waja Tuhan dan kemuliaan-Nya sambil menuggu penebusan yang sempurna bagi tubuh mereka. Saya sendiri percaya bahwa orang beriman setelah kematian jasmani, segera pergi kepada kristus cara pandang ini mendapatkan pembenaran yang cukup didalam Alkitab dan penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini, sebab selamaada kesempatan kita gunakan dengan sungguh-sungguh dihadapan Tuhan.
Dengan cara yang sama kita percaya bahwa orang yang tidak percaya dibuang kedalam neraka disana tidak ada jalan kembali bagi oaring durhaka. Alkitab hanya sedikit sekali berbicara tentang hal ini. Sebagai tambahan dari penjelasan ini ada juga bukti yang dapat kita tarik berdasarkan kesimpulan. Jika seorang benar segera memasuki keadaannya, maka orang durhaka juga akan segera memasuki hidup yang kekal yaitu percaya kepada yesus kristus bagi mereka yang mengasihi Dia.

Perbedaan konotasi mengenai istilah “imortalitas”
Ada beberapa perbedaan yang sangat penting supaya kita dapat menghindari salah paham.
1. Dalam pengertian yang paling mutlak kata ini hanya boleh dipakai untuk menujuk Tuhan. Dalam ITimotius 6: 16-16, paulus berbicara Tuhan sebagai “ penguasa yang satu-satunya dan penuh bahagia raja diatas segala raja dan Tuhan segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepda maut, bersemayam dalam terang yang tidak terhmpiri “. Maka perkataan paulus akan juga mengajarkan kepada kita bahwa malaikat tidaklah imortaldan tentunya bukan ia maksud sesungguhnya dari paulus.
2. Imortalitas dalam pengertia eksistensi yang terus- menerus atau tanpa akhir juga disebut bagi roh, termasuk juga jiwa manusia. Sala satu doktrin dari teologia natural atau filsafat berkata bahwa ketika tubuh hancur, jiwa tidak ikut hancur tetapi terus memiliki identitasnya sebagai keberadaan individual.
3. Istilah “ imoralitas “ dipakai dalam dunia teologia untuk menunjukan keadaan manusia dimana ia sepenuhnya bebas dari segala benih kehancuran dan kematian. Dalam pengertian seperti ini manusia adalah immoral sebelum kejatuan dalam dosa . jelas tidak menyingkirkan kemungkinan manusia mati. Walaupun manusia dalam keadaan jujur sepenuhnya tidaklah berada dibawah kematian, tetapi tetaplah ia harus menghadapnya.
4. Akhirnya, kata “ imoralitas” menunjukan, terutama dalam pengertian eskalologis, keadaan manusia dimana ia tidalah dipengaruhi oleh kematian. Imoralitas akan terjadi jika seandainya adam mentaati perjanjian kerja, tetapi sekarang hanya mungkin melalui karya penebusan yang akan dilengkapi dalam konsumasi.

Positif
Bukan saja para filsuf itu berefleksi tentang masa yang akan datang dari satu individual; mereka juga sangat memikirkan masa depan dunia ini. Orang membicarakan tentang lingkaran kehidupan yang terus berputar berulang-ulang. Begitu juga kita sebagai orang-orang percaya kepada Tuhan selalu belajar firman Tuhan secara berulang-ulang, maka dari situlah terpancar kehidupan kita. mereka hrus menerima kesaksian Allah mengenai hal ini atau melanjutkan untuk meraba-raba dalam gelap. Jika mereka tidak berharap untuk membangun rumah dari harapan yang sia-sia maka mereka harus berbalik dan meletakkan dasar pada firman Tuhan. Ada sebagian yang mengaitkan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dengan pengertian millennium, baik sebelum maupun sesudah kedatangan itu. Membicara mengenai kedatangan kristus yang kedua kali pasti akan membawa kita juga memikirkan kaitan-kaitan. Setelah satu diantaranya adalah kebangkitan orang mati, atau sebagaimana sering disebut dengan istilah “ kebangkitan daging. Salah satu hal kaitan penting lain dari kedatangan Tuhan yesus adalah penghakiman terakhir, yang sangatlah natural. Tuhan akan dating kembali dengan satu tujuan, untuk menghakimi orang yang hidup dan menentukan yujuan kekal dari setiap individu. Penghakiman terakhir bersifat kepada keadaan terakhir yang muncul dihadapan kursi pengadilan. Keadaan akhir ini bisa berupa berkat kekal maupun kesengsaraan kekal.

Negatif
Dalam buku ini banyak orang yang bertanya, apa arti moral manusia menuntut suatu penghakiman dimasa yang akan datang? Alakitab menunjukan tanda-tanda bersejarah mana yang berkaitan dengan penghakiman akhir ? dimanakah penghakiman akhir akan dilangsungkan ? penghiburan apakah yang ada untuk orang yang percaya pada fakta bahwa kristus akan menjadi hakimnya dan banyak hal manusia bertanya-tanya kepada seorang hamba Tuhan tetapi manusianya sendiri tidak sadar bahwa keselamatan mereka berasal dari mana karena itu marilah kita bergandeng tangan untuk Tuhan. Mengenai akhir manusia, baik individual maupun seluruh umat manusia. Mempunyai bagian tersendiri, tentu saja dalam agama-lah kita betemu dengan konsep eskatologis bahkan juga agama-agama suku. Dan agama primitive. Sama halnya dengan agama yang lebih tinggi. Mempuntai konsep eskatologi mereka. Salah satunya adalah budha, mereka tidak mengakui Tuhan yesus kristus, karena kepercayaan mereka adalah penyembahan berhala salah satunya menyembah patung.

Tanggapan
Jika kita berbicara secara umum maka dapat dikatakan bahwa kekristenan tidak pernah melupakan prediksi yang indah berkenaan dengan masa yang akan datang dari setiap individu ataupun gereja dapat menghindari pemikiran tentang hal ini dan sambil memikirkannya mereka merasakan satu penghiburan. Pada periode paling awal, gereja sepenuhnya menyadari elemen-elemen terpisah dari pengharapan orang Kristen misalnya kematian jasmani bukanlah kematia kekal jiwa orang yang telah meninggal masih tetap hidup, kristus pasti akan datang kembali, aka nada kebangkitan orang mati sebagai umat Allah. Saya sendiri percaya bahwa orang beriman setelah kematian jasmani, segera pergi kepada kristus cara pandang ini mendapatkan pembenaran yang cukup didalam Alkitab dan penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini, sebab selamaada kesempatan kita gunakan dengan sungguh-sungguh dihadapan Tuhan. Bukan saja para filsuf itu berefleksi tentang masa yang akan datang dari satu individual; mereka juga sangat memikirkan masa depan dunia ini. Orang membicarakan tentang lingkaran kehidupan yang terus berputar berulang-ulang. Begitu juga kita sebagai orang-orang percaya kepada Tuhan selalu belajar firman Tuhan secara berulang-ulang, maka dari situlah terpancar kehidupan kita.
Positif
Perbuatan baik kita akan menjadi ukuran bagi pahala yang diberikan. Walaupun sesungguhnya hal ini bukan jasa kita. Bagaimana pun juga sukacita setiap orang akan menjadi lengkap dan sempurna. Kepenuhan hidup ini dinikmati dalam persekutuan dengan Allah yang sesungguhnya merupakan esensi dari kehidupan, mereka akan melihat Allah didalam Tuhan yesus, muka dengan muka, merasakan kepuasan penuh bersama Dia, memuliakan dan memuji Dia.
Negatif
Dalam buku yang saya baca ini, bagus dalam isinya. Tetapi orang yang belum mengenal Tuhan, belum tentu mereka menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat mereka. Bahkan mereka bertanya satu dengan yang lain, siapakah yesus itu? Padahal mereka tidak sadar dalam kehidupan mereka, dan yang menciptakan mereka sekalipun mereka saling tolong-menolong belum tentu mereka masuk surga. Maka dari itu mari kita sadar untuk Tuhan bukan untuk manusia tetapi Tuhan Yesus penolong kita dimanapun kita berada. Sepanjang saya baca buku ini cuma teori aja praktiknya tidak ada dari situ saya baru paham tentang buku akhir zaman dan koreksi diri kita masing.masing didalam Tuhan Yesus kristus.
Kesimpulan
Kita berbicara secara umum maka dapat dikatakan bahwa kekristenan tidak pernah melupakan prediksi yang indah berkenaan dengan masa yang akan datang dari setiap individu ataupun gereja dapat menghindari pemikiran tentang hal ini dan sambil memikirkannya mereka merasakan satu penghiburan. Pada periode paling awal, gereja sepenuhnya menyadari elemen-elemen terpisah dari pengharapan orang Kristen misalnya kematian jasmani bukanlah kematian kekal jiwa orang yang telah meninggal masih tetap hidup, kristus pasti akan datang kembali, akan ada kebangkitan orang mati sebagai umat Allah, lalu aka nada penghakiman terakhir dimana ada penghukuman kekal yang dinyatakan atas orang jahat tetapi orang benar akan mendapatanuggerah kemuliaan kekal disurga.

ETIKA KONTEPORER

ETIKA KONTEPORER
Buku : Etika Seksusal kontemporer
Pengarang :Dr. Robert P. Borron
I. Seks menurut etika kristen
Bagi iman kristen, pengetahuan etika mengenai seks bersumber dari Alkitab. Dalam
konteks ini Alkitab memahami sebagai Firman Allah yang merupakan pernyataan kehendak Allah sang pencipta. Bisa saja dikatakan bahwa Alkitab berbicara tentang seks dari pinggir, menyorot perilaku manusia secara kasuistik.
Untuk menyederhanakan pembahasan topik ini akan diuraikan menurut teks-teks
tertentu saja, dari perjanjian lama dan perjanjian baru.
II. Seks menurut perjanjian lama
Seks itu baik, karena seks merupakan bagian integral dari seluruh ciptaan yang
dinyatakan sungguh amat baik (kejadian 1:31), segala ciptaan amat baik tak terkecuali seksualitas . Manusia diciptakan laki-laki dan perempuan dan perbedaan seks itu mereka mencerminkan Allah ; ”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nyalah dia laki-laki dan perempuan”. Inilah narasi yang pertama.
Narasi yang kkedua ialah perempuan diciptakan supaya laki-laki tidak kesepian dan membutuhkan teman hidup. Tujuannya supaya terjadi komuitas manusia dinyatakan dalam kesatuan daging dan tulang (kejadian 2:22-24).
Seks melekat pada diri manusia sebagai makhluk psikumatis/berjiwa raga. Karena itu bukan suatu tindakan yang didasarkan naluri semata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gamabar/citra Allah. Jadi sebagai manusia berdosa seksualitas tidak murni lagi namun telah memilliki bias, distrosi, dan rentang terhadap manipulasi. Kalau terjadi penyimpangan seks bukanlah karena seks itu kotor/najis tetapi karena manusia yang melakuakannya dikuasai dan dikendalikan oleh seksnya.
III. Seks menurut perjanjian baru
Perjanjian baru tidak berbicara tentang hakekat tetapi berefleksi tentang perilaku
seksual dan menyorotinya atas dasar perjanjian lama dan Yesus Kristu. Hubungan seks dilegitimasi dalam pernikahan sebagai hubungan yang berisi kesatuan permanen yang diselegarakan oleh Tuhan sendiri.
Dalam perjanjian baru ditekankan makana kesucian dan kekudusan seksualitas tetapi tidak mengikari keunggulan kasih dan pengampunan. Walaupun demikian banyak teks perjanjian baru ditemukan pula sikap konserfatif seperti dlam perjanjian lama, khususnya sikap terhadap seksual yang dianggap menyimpang.

IV. Perniakhan dan seksualitas
Pernikahan perturan suci yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri. Di dalam pernikahan,
Tuhan mengaruniakan persekutuan khusus antara suami istri untuk dijalani bersama dan membahagiakan kehidupan mereka. Jadi seksualitas mencangkup siantero kehidupan suami-istri, termasuk hubungan seks, merupakan karunia yang sangat khusus, karena persekutuan suami-istri yang paling dalam dialami dengan hubungan seks yaitu hubungan jiwa raga.
Dalam perkawinan seksualitas mempunnyai 2 utjuan yaitu tujuan pertama, sebagai pernyataan kekasih, sedangkan yang kedua untuk melanjjutkan keturunan/regenerasi. Hubungan seks dilakukan bukan karena nafsu birahi belaka tetapi karena dorangan cinta personal. Penyimpangan seksual d

Di banjiri dolar AS

Kepulauan Mentawai Dibanjiri Dolar

MENTAWAI Bila digarap dengan serius, bukan tidak mungkin Kepulauan Mentawai bisa menyaingi Bali. Bagaimana tidak, kepulauan yang berdekatan dengan Nias itu dikelilingi ombak terbaik di dunia. Sejak Mentawai menjadi daerah Kabupaten Otonom, tamu wisatanya juga orang-orang yang mengantongi dolar. Ratusan bule dari berbagai manca negara datang ke Mentawai untuk liburan. Kedatangan para bule itu tak lebih untuk membagi-bagikan uang di Bumi Sikerei itu. Namun perputaran ekonomi di Mentawai tetap macet, sehingga sampai sekarang pemerintah Mentawai tidak bisa menciptakan wisata berbasis masyarakat.

Pengamat wisata lokal, Gerdanus Sumatgerat menjelaskan, wisata Mentawai saat ini belum bisa berpihak dengan masyarakat akibat fasilitas tidak mendukung. Selain itu masyarakat Mentawai sendiri sebagian besar kurang memahami pola kehidupan berwisata. Dampak dari itu semua, para wisatawan bule merasa terusik dan tidak nyaman dalam menikmati liburannya bumi gobik mentawai

"Coba kita lihat kalau musim ombak selama enam bulan. Saat itu ratusan bule datang ke Mentawai tidak ada tempat untuk mereka tidur. Kapasitas penginapan dan resort juga tidak mencukupi dengan jumlah bule yang datang. Akhirnya para bule terpaksa tidur di rumah masyarakat dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung, baik keamanan, kebersihan dan juga pelayanan," urainya.

Dikatakan, sebagian bule yang datang benar-benar ingin menikmati liburan, dengan tidur nyaman dan aman, makan enak serta jauh dari hal yang kotor. Sayangnya, kadang ada orang lokal mabuk-mabuk yang bertindak ceroboh, akibatnya para bue yang tinggal di rumah penduduk merasa terganggu dan tidak nyaman. Ironisnya lagi, barang-barang yang dimiliki para bule juga sering kehilangan, baik pakaian maupun papan selancarnya. "Kondisi tersebut belum mencerminkan pola kehidupan masyarakat yang bernilai wisata," katanya.

Fatalnya lagi, lanjut gerdanus, instrumen pemerintah sendiri tidak jelas terhadap pariwisata yang ada di Mentawai. Sebab sampai sekarang masih ada bule yang berserakan tidak tentu arah dalam menikmati liburannya. Harusnya pemerintah bisa merangkul para bule yang datang secara pribadi (single tour) dengan memberikan sosialisasi.

KHOTBAH ANAK MUDA

Syalom
Saudaraku yang terkasih didalam nama Tuhan yesus kristus, trimakasih atas kesempatan yang diberikan pada saya untuk berkhotbah. Baru pertama kali ini saya berkhotbah dan saya bersyukur kepada Tuhan untuk berdiri didepan saudara-saudara. Pada saat ini kita langsung saja membuka Alkitab kita mari kita membukanya kitab wahyu pasal 1: 9-20, saya mengkat pasal ini ketika saya membacanya banyak hal yang saya dapatkan yaitu bagaimana menjadi tawanan artinya pada saat saya ditangkap oleh Tuhan untuk datang ketempat ini melalui pertobatan saya. Saya dulunya pertama datamg ketempat ini sangat buta membuka Alkitab dan berdoa saja tidak tahu sampai diruang makan saya disuruh berdoa mereka tidak bilang selamat makan malahan mereka tertawa
Pokok Utama : Tawanan
Tema : menjadi tawanan
Kalimat tema : Pola hidup menjadi tawanan
Kalimat Tanya : Bagaimanakah polah hidup menjadi tawanan
Kalimat peralihan : Pola hidup menjadi tawanan menurut wahyu 1: 9-20 memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Diwaktu saya masih kelas V sudah mandiri tetapi saya punya komitmen dalam hal sekolah, lalu tamat SD ada seorang bapak yang menawarkan sekolah disolo. Saya bilang sama bapak saya harus bilang ama orang tuaku pas orang tuku datang langsung saya bilang besok saya diajak seorang bapak disolo, tanggapan orang tua tidak setujuh saya berangkat lalu bapak itu bilang secara pelan-pelan anak ini pasti dipakai Tuhan, singkat cerita langsung saya berangkat tidak tahu apa-apa sampai sekarang.
Pokok Besar : Ia memiliki Ketekunan (ayat 9)
Pokok kecil 1.1 ketekunan terhadap menantikan yesus ( ayt 9)
1.2 ketekunan akan mendengarkan suara dari Tuhan (ayat 10-12)
1.3 ketekunan melihat Serupa Anak Manusia( ayat 13
Pokok Besar : Ia memiliki ikat pinggang dari Emas (ayat 13)
Pokok Kecil 2.1 Merasa tidak layak dipakai (ayat 13-15)
2.2 merasa tidak memegang tujuh bintang (ayat 16)
2.3 makin tersungkur dikaki yesus ( 17)
Pokok besar : Ia memiliki hidup (ayat 18)
Pokok kecil 3.1 percaya bahwa yesus itu hidup (ayat 18)
3.2 akan terjadi sekarang (ayat 19)
3.3 saatnya telah tiba yaitu sukses ( ayat 20)

ASUMSI DASAR POSITIF

Asumsi dasar positif

Namun walaupun demikian nasumsi dasar positif ini janagalah dinggap sesuatu yang subjektif saja, yang setiap orang dengan sesuka hati dapat menentukannya. Ia juga harus memenuhi criteria yang objektif
1. Asumsi dasar positif harus dapat dipertanggungjawabkan secara teologis Alkitabiah. Ia merupakan kristalisasi dari asumsi-asumsi teologis yang paling pokok, dan yang digali dari disaksikan Alkitab secara menyeluruh. Yang teakhir ini, artinya: ia tidak mewakili secara fragmentaris beberapa ayat yang secara acak dimbil dari Alkitab. Melainkan harus konsisten dengan berta Alkitab secara menyeluruh, dengan inti kesaksian Alkitab sebagai satu kesatuan.
2. Asunsi dasar pisitif ini harus dapat dipertanggungjawabkan menurut penalaran yang umum sehinggah paling sedikit secara hipotetis ia dapat dipahami dan diterima secara universal. Asumsi dasar positif tidak boleh merupakan konsep-konsep yang parochial, yang hanya berlaku dan dapat dipahami oleh sekelompok kecil orang. Asumsi dasar positif lahir dari rahim iman kristiani. Tetapi kebenarannya tidak hanya terbatas bagi orang Kristen saja.
Menentukan Asumsi dasar positif merupakan salah satu langkah terpenting didalam etika. Sebab inilah yang akan menjadi tolak ukur segala sesuatu. Tentu saja, seperti dikatakan diatas, tidak semua tindakkan etis mampu mencrminkan asumsi dasar positif secara utuh dan penuh. Namun hal demikian, setiap tindakan yang berlawanan dengan asumsi dasar positif terbeban untuk mempertanggungjawabkan secara etis tindakanh yang demikian itu. Didalam bahasa inggris, beban untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang berlawanan dengan asumsi dasar positif itu.
Eksistensi semua ciptaan itu baik. Banyak hal telah dikemukakan mengenai asumsi dasar positif yang pertama ini bahwa Allah yang maha baik adalah pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, semua yang diciptakanNya pada hakekatnya adalah baik. Dan seluruh tujuan dari penciptaan;

Kamis, 01 Desember 2011

MISIOLOGI GERDANUS

Misiologi

Nama : Gerdanus
Semester : V lima
Mata kuliah : misiologi
Dosen : Lukas Heo


Vietnam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cộng Hòa Xã Hội Chủ Nghĩa Việt Nam



Bendera
Lambang


Motto: Độc lập, tự do, hạnh phúc
(Vietnam: "Kemerdekaan, Kebebasan, Kebahagiaan")

Lagu kebangsaan: Tiến Quân Ca



Ibu kota
Hanoi

Kota terbesar
Hồ Chí Minh City

Bahasa resmi
Vietnam

Pemerintahan
Negara komunis

- Presiden
Trương Tấn Sang

- Perdana Menteri
Nguyễn Tấn Dũng

- Sekretaris Jendral
Nguyễn Phú Trọng

- Ketua Parlemen
Nguyễn Sinh Hùng

Kemerdekaan
dari Perancis

Luas

- Total 331,689 km2 (65)

- Air (%)
1,3%
Penduduk

- Perkiraan 2005 85.238.000 (13)

- Sensus 1999
76.323.173
- Kepadatan
253/km2 (46)

PDB (KKB)
Perkiraan 2005
- Total US$251,8 miliar (36)

- Per kapita
US$3.025 (123)

Mata uang
Đồng (VND)

Zona waktu
(UTC+7)

Lajur kemudi
kanan
Ranah Internet
.vn
Kode telepon
84
Provinsi Vietnam


Provinsi di Vietnam
Ibukota Vietnam adalah Hanoi (dahulu berfungsi sebagai ibukota Vietnam Utara), sedangkan kota terbesar dan terpadat adalah Kota Ho Chi Minh (dahulu dikenal sebagai Saigon). propinsi (dalam Bahasa Vietnam di sebut tỉnh) dan 5 kotamadya yang di kontrol langsung oleh pemerintah pusat dan memiliki level yang sama dengan propinsi (thành phố trực thuộc trung ương). Ke-59 propinsi-propinsi tersebut kemudian dibagi-bagi menjadi kotamadya propinsi (thành phố trực thuộc tỉnh, daerah perkotaan (thị xã) dan pedesaan (huyện), dan kemudian dibagi lagi menjadi kota (thị trấn) atau komune (xã). Sedangkan, 5 kota madya yang dikontrol oleh pemerintah pusat di bagi menjadi distrik (quận) dan kabupaten, dan kemudian, dibagi lagi menjadi kelurahan (phường).
Agama
Kebanyakan sejarah Vietnam, Buddha Mahayana, Taoisme dan Konfusianisme mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan berbudaya dan beragama masyarakat Vietnam. Menurut sensus tahun 1999, 80.8% orang Vietnam tidak beragama. Kristen diperkenalkan Perancis dan juga oleh kehadiran militer Amerika meskipun tidak banyak pengaruhnya. Cukup banyak penganut Katolik Roma dan Protestan dikalangan komunitas Cao Dai dan Hoa Hao. Gereja Protestan terbesar adalah Evangelical Church of Vietnam dan Montagnard Evangelical Church. Keanggotan Islam Bashi dan Sunni biasanya diakreditasikan kepada etnis minoritas Cham, tetapi ada juga pengikut Islam lainnya di bagain Barat Daya Vietnam. Pemerintah Vietnam telah dikritik atas kekerasan beragama. Tetapi, berkat perbaikan tentang kebebasan beragama belakangan ini, pemerintah Amerika Serikat tidak lagi menganggap Vietnam sebagai Country of Particular Concern (negara yang ikut campur dalam bidang-bidang tertentu).
Peringkat internasional
Organisasi Nama Survey Peringkat
Heritage Foundation/The Wall Street Journal
Indeks Kebebasan Ekonomi
142 dari 157
The Economist
Indeks Kualitas Hidup, 2005
61 dari 111
Reporters Without Borders
Indeks Kebebasan Pers
155 dari 167
Transparency International
Indeks Persepsi Korupsi
111 dari 163
United Nations Development Programme
Indeks Pembangunan Manusia
109 dari 177
Forum Ekonomi Dunia
Laporan Daya Saing Global
77 dari 125

ORIGINAL GERDANUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Frustasi adalah keadaan batin seseorang, ketidak seimbangan dalam jiwa, suatu perasaan tidak puas karena hasrat / dorongan yang tidak dapat terpenuhi. Dalam kehidupan seseorang, ketidak puasan juga sering dialami oleh setiap individu, sehingga mengakibatkan frustasi. Ada orang yang mengalami frustasi karena ia sulit untuk menerima keadaan dirinya, apalagi sering dikatakan “bodoh”, “jelek”. Itulah yang menjadikan dirinya merasa yang paling bodoh atau paling jelek diantara orang lain. Orang yang seperti ini akan selalu memandang dirinya sesuai dengan orang lain yang mengatakannya kepadanya. Sehingga dengan demikian, sulit bagi orang tersebut untuk maju, karena ia mengalami keadaan dimana ia “pasrah” dengan keadaan; “ya...seperti itulah saya, saya bodoh dan jelek; saya nggak mungkin pintar.” Saat seseorang berkata seperti itu, secara tak langsung ia meyakini bahwa seperti itulah dirinya, dan sulit bagi orang tersebut untuk mengembangkan diri, ia akan berjalan ditempat. .
Kasus ini bukanlah sesuatu hal yangmudah untuk ditangani, masalah seperti ini sangatlah berat, karena berhubungan dengan masa depan seseorang dan bagaimana ia dapat berhubungan dengan orang lain. Berbeda dengan cara pandang pertama, ada juga orang yang memandang dirinya dengan positif, setiap pekerjaan dikerjakan dengan baik, ia tahu bahwa ia sanggup melakukannya. Orang yang seperti ini biasanya
orang yang berada dilingkungan yang membentuk dirinya dengan baik, hidup dipandang sebagai perjuangan dan tidak boleh menyerah sekalipun mengalami kegagalan. Artinya, pandangan seseorang terhadap dirinya dipengaruhi oleh lingungan dimana ia berada, apa yang dihasilkan dalam dirinya tergantung dari lingkungan itu. Apabila keadaan dimana ia berada, terutama keluarga memberikan sesuatu yang baik, maka orang tersebut dapat memandang dirinya dengan baik pula, bagitu sebaliknya. Inilah yang sering disebut sebagai konsep diri.
Sidjabat mengatakan bahwa “konsep diri adalah gambaran yang dimiliki dan dikembangkan seseorang mengenai dirinya. Konsep diri ini tidak terbentuk dengan sendirinya, 85 % yang membentuk konsep diri seseorang adalah keluarga dan 15 % konsep diri dibentuk oleh lingkungan diluar dari keluarga.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri seseorang terbentuk dari perpaduan pendidikan keluarga dan pengaruh lingkungan. Jika seseorang yang hidup dalam lingkungan dan pola asuh yang terbina dan terdidik, baik secara mental maupun spiritual, maka indifidu tersebut akan memiliki konsep dan pemahaman yang baik pula.
Mengapa orang bisa bertindak bodoh hanya dikarenakan masalah konsep diri ? Apa yang terjadi itu adalah karena cara pandang seseorang terhadap dirinya yang negatif. Konsep diri yang negatif menyebabkan seseorang tidak mengakui keunikannya lagi. Orang bisa bersikap rendah diri, pesimis tidak mengasihi diri sendiri dan lain sebagainya. Sikap yang berlarut – larut seperti ini berakibat buruk bagi seseorang dan menghalangi hubungannya dengan Tuhan. Smith mengatakan bahwa “tidak ada hal lain yang dapat lebih mempengaruhi perasaan dari pada pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri”. Artinya adalah seseorang bisa saja menghiraukan apa pandangan orang lain tentang dirinya, tetapi ketika diri sendiri yang menilai, terdapat banyak permasalahan yang terjadi yang mempengaruhi sikap, perasaan, dan tindakan seseorang.
Seorang ahli psikologi, Gunarsa dalam bukunya “Psikologi perkembangan anak dan dewasa” mengatakan bahwa “konsep diri itu sebenarnya terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai sikap – sikap orang lain terhadap dirinya, pada seorang anak, ia mulai berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan orang lain dalam lingkungannya misalnya orangtuanya, gurunya ataupun teman – temannya.” Pandangan ini berbeda dengan pandangan Sidjabat. Dalam pandangan ini lebih menekankan kepada sikap dan perilaku orang lain yang dapat mengakibatkan terbentuknya konsep diri setiap individu. Namun demikian, hal ini tetap bergantung kepada individu tertentu. Jika, seseorang percaya apa yang dikatakan oleh orang lain terhadap dirinya, maka orang tersebut akan menjadi dirinya sendiri seperti apa yang ia pandang.
Tentunya setiap orang pasti juga mengalami masalah konsep diri. Didalam penulisan karya ilmiah ini, penulis melihat dari konsep diri peserta didik yang ada di SMA PSKD Jawa Barat. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan terhadap salah seorang siswa kelas II A, ia menjelaskan bahwa “pada umumnya, memang sekolah ini boleh dikatakan terkenal, karena melihat prestasi setiap akhir semester cukup memuaskan; ditambah dengan lulusan – lulusan yang dapat masuk, diterima diperguruan tinggi yang bagus. Tetapi dalam bidang tertentu, seperti mungkin olahraga, kesenian, musik dan lain sebagainya, itu tidak begitu memuaskan. Dikarenakan prioritas utama disekolah ini adalah “masalah prestasi”, sehingga dengan demikian sulit untuk mengembangkan apa yang kita mau; ada juga sih dari guru pembinanya...’katanya, dengan tegas’.
Melihat kasus diatas, maka penulis menduga bahwa ada suatau bentuk keperdulian yang harus dilakukan oleh guru, lembaga keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan pengembangan diri peserta didik dalam berbagai aspek . Keperdulian yang dimaksud adalah dengan membina dan mengembangkan serta meningkatkan kembali pemahaman tentang konsep diri positif dalam kegiatan pembelajaran.
Tentu dalam pengembagan diri yang dimaksud diatas pada hakekatnya sangatlah dibutuhkan latihan serta pendalaman yang lebih serius. Pengembangan yang dimaksud adalah mengarah kepada peningkatan nilai diri yakni segala potensi serta ketrampilan yang ada untuk dilatih dan dikembangkan secara intensif. Itulah sebabnya sangat dibutuhkan konsep diri yang positif dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi tersebut. Dalam masalah tersebut, maka penulis menuangkan dalam satu judul tulisan ilmiah yaitu “HUBUNGAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN PENGEMBANGAN DIRI SISWA KELAS II DI SMU PSKD PERKUMPULAN SEKOLAH KRISTEN JAKARTA ), JAWA BARAT.





B. Identifikasi Masalah

Dengan mempelajari pokok permasalahan diatas, penulis memberikan fokus penelitian terhadap pelayanan pendidikan di SMA Kelas II PSKD Jakarta Selatan. Untuk memahami masalah tersebut diatas, maka penulis menguraikan beberapa pokok permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara konsep diri positif dengan pengembangan diri siswa ?
2. Adakah pengaruh konsep diri positif dengan pengembangan diri siswa ?
3. Bagaimanakah cara memupuk konsep diri positif dalam pengembangan diri siswa ?
4. Sejauh manakah hubungan konsep diri positif mempengaruhi pengembangan diri siswa ?
5. Apa yang menyebabkan konsep diri positif sangat diperlukan dalam pengembangan diri siswa zaman sekarang ?

C. Pembatasan Masalah
Dari sekian banyak masalah yang menurut penulis mampu mempengaruhi konsep siswa, tidak mungkin dibahas secara keseluruhan dalam skripsi ini. Masalah yang diuraikan diatas sangat kompleks dan mengingat keterbatasan waktu serta biaya yang dibutuhkan dalam penulisan karya ilmiah ini, maka penulis membatasi diri pada pembahasan tentang hubungan konsep diri positif dengan pengembangan diri siswa.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penulisan, maka dibuat dalam rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara konsep diri positif dengan pengembangan diri siswa Kelas II di SMU PSKD ( Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta ) Jawa Barat ?

E. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
a. Sebagai bahan kajian analitik untuk menentukan proporsi permsalahan, sekaligus sebagai dasar pengambilan keputusan didalam upaya mengajukan kontribusi pemikiran dalam menciptakan dan menerapkan konsep diri yang positif terhadap suatu masalah ( problem ), pengembangan diri serta peningkatan ketrampilan sebagai citra diri yang trampil dan bermanfaat bagi kalangan lingkungan keluarga, masyarakat, Gereja dan secara khusus dalam dunia pendidikan.
b. Manfaatnya bgi penulis adalah untuk memnuhi psrsyaratan akademis dalam memperoleh gelar sarjana konsentrasi Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi Teologi IKSM Santosa Asih Jakarta.
2. Bagi STT IKSM Santosa Asih
a. Untuk membantu menciptakan pola pengajaran yang positif dalam membangun konsep diri yang positif terhadap mahasiswa.
b. Untuk membina, membangun dan memperbaiki pola pikir yang rapuh, dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang bermutu.
3. Bagi Para Pembaca
Dengan karya ilmiah ini, setiap pembaca diharapkan dapat :
a. Memiliki konsep diri yang positif yang dapat membantu menciptakan, membangun dan memperbaiki letak – letak kelemahan dalam pengembangan diri dalam segala aspek.
b. Mengerti apa manfaat konsep diri yang positif bagi dirinya dan bagi orang lain.
c. Menerapkan konsep diri yang positif dalam setiap keadaan, baik dalam menghadapi persoalan maupun dalam mengembangkan potensi yang dalam direinya.
4. Bagi Sekolah
Menurut penulis penerapan konsep diri positif kepada siswa terhadap setiap sekolah, secara khusus sebagai objek penelitian peneliti, sangatlah penting. Sebagai manfaat bagi sekolah adalah bahwa dengan penulisan karya ilmiah ini, maka siswa dan guru sebagai pengajar, dapat :
a. Bekerjasama dalam menemukan potensi masing – masing siswa yang dapat ditingkatkan dan dikembangkan secara bersama.
b. Belajar untuk tidak cepat putus asa dalam mengerjakan tugas yang diberikan ( sebagai siswa ), dan guru sebagai pengajar dalam mendidi, membina siswa.








BAB II
LANDASAN TEORI TEOLOGIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teologis

1. Pandangan Alkitab tentang konsep diri

Alkitab tidak berbicara tentang konsep diri secara jelas, tetapi secara tidak langsung Alkitab birbicara tentang gambar diri yakni pada waktu Allah menciptakan Adam dan Hawa, Allah mengatakan bahwa Ia menciptakan manusia “segambar dan serupa” dengan Allah ( tselem dan demuth ) Kejadian 1 : 26 – 27. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini menyatakan, “untuk kata gambar pada Perjanjian Lama disebut “tselem” sedangkan dalam Perjanjian Baru disebut “eikon” keduanya sama artinya yaitu gambar dan rupa.” Ini berarti bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan keunikan tersendiri dibandingkan dengan ciptaan lainnya, oleh sebab itu, hanya Allah yang mengetahui keberadaan manusia dan Allah juga yang dapat menilai hidup manusia.
Segambar dan serupa dalam arti lain adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk cipataan lainnya. Manusia adalah ciptaan Allah sendiri, berbeda dengan makhluik ciptaan lainnya. Dalam Yesaya 43 : 4a berkata “oleh karena engkau berharga dimata-Ku, dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau.” Kalimat diatas merupakan suatu pertanda bahwa manusia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karena itu tidak ada alasan bagi setiap orang untuk mengukur setiap orang, bahkan dirinya sendiri; manusia dihadapan Allah adalah berharga dan tidak ada perbedaan. Amsal 23 : 7a berkata “Sebab seperti orang yang membuat perhitungan pada dirinya sendiri, demikianlah ia. Ayat ini lebih menekankan lagi bahwa konsep diri adalah berasal dari individu itu sendiri. Artinya ketika seseorang menilai dirinya, baik secara sadar maupun tidak sadar, maka demikianlah orang itu. Jadi, konsep diri ini sangat berhubungan emosionallitas setiap individu; yakni cara pandang seseorang memandang diri dalam situasi dan bentuk apa pun. Orang yang memadang dirinya dalam terang Firman Tuhan dan dalam harapan bersama Tuhan, maka ia adalah orang yang berpikir positif. Demikian sebaliknya.

2. Manusia diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah
Karya penciptaan Allah terhadap bumi dan segala isinya sungguh luar biasa, dan lebih lagi manusia diciptakan oleh Allah sangat berbeda dengan ciptaan lainnya. Dari Kejadian 1 : 26-27 dikatakan, “Berfirmanlah Allah : “Baiklah kita menjadikan manusia menrut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa....” Maka Allah menciptakan mencipatakan manusia itu menurut gambar – Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa manusia diciptakan Allah sesuai dengan gambar dan rupa-Nya, bahkan Allah membentuk manusia dari debu dan tanah dan kemudian menghembuskan nafas hidup kedalam manusia ( Kejadian 2 : 7 ). Jadi dibandingkan dengan ciptaan – ciptaan Allah lainnya, manusia adalah ciptaan yang paling istimewa, hanya manusia yang mempunyai roh, jiwa dan pikiran. Smith menyatakan bahwa : Allah memberi manusia masing – masing ciri-ciri tetentu yang menjadikannya manusiawi seperti misalnya tubuh, jiwa, kesanggupan untuk berpikir dan bertindak.” Dan satu lagi keistimewaan manusia sebagai ciptaan Tuhan adalah manusia diciptakan masing – masing berbeda dengan keunikan masing – masing pula. Tidak ada yang mempunyai kepribadian sama, seseorang yang dilahirkan kembar sekalipun mempunyai kepribadian atau karakter yang berbeda. Mary Setiawan menyatakan :
“Dunia tidak akan mengulangi orang yang bernama Ludwing Van Beethoven didalam pribadi yang lain, karena Beethoven hanya muncul satu kali dalam satu pribadi ditengah – tengah sejarah Jerman. Kita juga tidak mengulangi lagi munculnya Albert Einstein selain Albert Einstein yang asli. Pribadi seperti ini merupakan pribadi yang unik yang bersifat indifidu tidak terulang dan dan tidak dapat dicopy.”

Dari kutipan diatas, perlu diketahui bahwa manuisia dapat berpendapat atau memandang dirinya dengan orang laing berbeda, tetapi Allah memandang manusia sama dihadapan-Nya, yaitu sama – sama diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Keberadaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan yang dimaksud adalah manusia memiliki Roh Kudus yang berasal dari Allah Tritunggal yakni Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya.

3. Keberadaan Manusia Yang Tercemar Dosa
Dosa telah menjadikan segala sesuatunya berubah menjadi tidak baik, dimana manusia pertama ( Adam dan Hawa ) yang diciptakan Allah itulah yang telah merubah segalanya. Mereka melanggar perintah Allah dengan memakan buah ( yang dinamakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat ) yang dilarang oleh Tuhan sehingga menusia yang tidinya adalah gambar Allah yang sempurna tetapi pada akhirnya menjadi rusak. Itulah sebabnya, Fuxie mengatakan, “walaupun gambaran itu masih ada, tetapi gambarnya sudah rusak. Alkitab mencatat; “setelah Adam hidup nseratus tiga puluh tahun, ia memperanankan seorang anak laki – laki meniurut rupa dan gambar – Nya ( Kejadian 5 : 3 ).” Adam diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Setelah Adam berdosa, Adam mempunyai anak dan pada akhirnya anak tersebut tidak menurut gambar Allah, tetapi menurut gambarnya Adam.” Alkitab sangat jelas mengatakan bahwa dampak dosa itu nyata bagi kehidupan Adam bahkan sampai kepada keturunan – keturunannya telah menggambarkan Adam yaitu sebagai manusia berdosa.

4. Gambar Allah Pada Diri Yesus
Allah mempunyai rencana yang indah bagi kehidupan manusia, Allah menginginkan agar gambar diri-Nya dalam diri manusia yang rusak dapat dipulihkan kembali. Untuk itulah Allah mengirimkan Anak-Nya yang tunggal Yesus Kristus yang adalah gambaran yang sempurna dari Allah. Kristus adalah gambaran yang nyata dari Allah yang tidak kelihatan ( Kolose 1 : 5 ), sedangkan dalam Yohanes 14 : 9 menyatakan , “Barang siapa melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” Namun demikian, dosa telah membuat manusia sulit untuk melihat Allah; karena itulah Tuhan Yesus hadir didunia, dengan kematian-Nya dikayu salib dan kebangkitan-Nya, membuat gambaran Allah jelas terlihat dalam hidup orang percaya.
Dari beberapa penjelasan diatas, jelas bahwa Allah memandang manusia sebagai ciptaan yang istimewa sebagai gambar dan rupa-Nya. Ini berarti bahwa setiap manusia harus berpegang pada keberadaan Alkitab untuk memandang dirinya sebagaimana pandangan Allah terhadap dirinya.
Dari penjelasan diatas, Allah memandang manusia sebagai ciptaan yang istimewa sebagai gambar dan rupa-Nya. Setiap manusia harus berpegang pada kebenaran Alkitab untuk memandang dirinya sebagai pandangan Allah terhadap dirinya.

B. Landasan Teoritis
1. Konsep Diri
1.1 Pengertian konsep diri secara umum
Konsep diri merupakan bagian penting dalam perkembangan kepribadian. Seperti dikemukakan oleh Rogers ( dalam Hall & Lindzey 1945 ) bahwa konsep kepribadian yang paling utama adalah diri. Diri ( self ) berisi ide – ide, persepsi – persepsi dan nilai – nilai yang mencakup kesadaran tentang diri sendiri. Ini berarti bahwa setiap orang / individu memiliki nilai – nilai tertentu, ide – ide tertentu yang pada hakekatnya disalurkan dalam sikap, pergaulan hidup sehari – hari. Baik lewat bakat, ketrampilan maupun dalam bidang pendidikan yakni dalam pencapaian prestasi yang baik di sekolah.
Secara umum, Greenwald ( Campbell et al., 1996 ) menjelaskan bahwa konsep diri sebagai
“suatu organisasi dinamis didefinisikan sebagai suatu skema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat – sifat, nilai – nilai, peristiwa – peristiwa dan memori semantik tentang diri sendiri serta kontrol terhadap pengolahan informasi diri yang relevan. Secara lebih luas konsep diri dirumuskan sebagai skema kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri yang mencakup atribut – atribut spesifik yang teridiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif. Komponen pengetahuan termasuk sifat – sifat dan karakteristik fisik, sedangkan komponen evaluatif termasuk peran, nilai – nilai, kepercayaan diri, harga diri, dan evaluasi diri global.

Pernyataan tersebut diatas mengandung pengertian, pertama : pengawasan dan penilaian informasi terhadap diri sendiri; kedua : menyangkut keseluruhan sifat dan karakteristik seseorang serta peran, nilai – nilai, kepercayaan diri, harga diri, dan evaluasi secara global. Ini tidak jauh beda dengan pernyataan sebelumnya. Sesuai dengan pernyataan ini, lebih menekankan pada pengertian konsep diri itu sendiri, secara luas.
Konsep diri juga merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Gunawan menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup . Ini berarti bahwa setiap individu yang memiliki konsep diri positif yang baik, maka ia adalah tergolong orang berhasil / sukses. Kesuksesan bukan hanya berbicara masalah banyak harta atau kaya, tetapi kesuksesan dan keberhasil itu adalah juga termasuk masalah pencapaian nilai yang baik secara akademik.
Terkait dengan pencapaian nilai akademik, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Shupe dan Yager dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk, menunjukkan bahwa
Konsep diri dan pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung memiliki pencapapaian akademik yang lebih baik.
Gagasan diatas dapat diartikan bahwa orang yang memiliki konsep diri yang positif dalam belajar, dengan percaya bahwa ia mampu belajar dengan baik tanpa menyerah dalam perkara studi, maka ia adalah orang yang berhasil. Keberhasilan ini adalah dimulai dengan konsep diri yang positif. Orang yang tidak memiliki konsep diri yang positif dalam belajar adalah ditandai dengan keadaan yang selalu pasrah terhadap perkara studi. Sehingga dengan demikian akan mempengaruhi pola pikir individu itu sendiri. Inilah yang disebut dengan konsep diri.
Konsep diri juga sering diartikan sebagai pandangan seseorang tentang dirinya. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang mengetahui siapa dirinya dan seperti apa dirinya. Menurut Elizabeth B. Horlock, konsep diri adalah “gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka sendiri. – karakteristik fisik, psikologis, sosiologis, emosional, aspirasi dan prestasi.” Artinya bahwa seseorang menjelaskan tentang dirinya dan keyakinannya tentang siapa dirinya, yang ia peroleh dari lingkungan hidupnya. Samuel Sidjabat juga mengatakan :
“Konsep diri adalah gambaran ( the image ) yang diperoleh, dimiliki dan dikembangkan oleh seseorang yang mengenai dirinya. Artinya dengan konsep diri yang dimilikinyalah pribadi yang bersangkutan akan memberi penjelasan tentang dirinya, apakah berhubungan soal perasaan, pikiran atau angan – angan, sikap dan tingkah laku. Karena konsep diri itu tidak lepas dari aspek emosi, maka dapat pula dikatakan bahwa konsep diri adalah perasaan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri – keadaan fisik, keadaan keluarga, prestasi dan prestige.

Dengan demikian konsep diri ini berbicara mengenai perasaan yang timbul dari dalam diri seseorang tentang dirinya yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya seperti fisiknya sendiri, keluarga dan lain – lain yang dianggap penting dalam hidupnya. Irene Hoft mengatakan, “konsep diri adalah cara kita memandang diri kita sendiri, bukan hanya menatap kedalam cermin dan memandang penampilan luar kita, melainkan apa yang kita percayai tentang diri kita sendiri.”
Pernyataan diatas apa yang seseorang percayai tentang dirinya, biasanya diperoleh dari orang – orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua, guru, teman sebaya atau orang penting lainnya. Sehingga dengan demikian akan mempengaruhi pola pikir individu itu sendiri. Untuk lebih jelas, Horlock menjelaskan 2 ( dua ) tahapan terbentuknya konsep diri , yaitu :
1) Konsep diri primer ; konsep ini terbentuk atas dasar pengalaman seseorang tentang lingkungan terdekat rumahnya sendiri yaitu orang tua, saudara kandung, kakek, nenek dan orang lain yang tinggal bersama didalam satu rumah.
2) Konsep diri sekunder; setalah anak bertambah besar, ia mempunyai pergaulan yang lebih luas bukan sekedar keluarga tetapi diluar rumah ia mulai mendapat banyak teman dan orang lain yang dikenal


Jika disatukan kedua konsep diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri setiap orang terbentuk sejak kecil yang dimulai dengan lingkungan rumah tangga yakni ayah, ibu, kakak adik, dan lain sebagainya. Selanjutnya adalah dimulai dengan lingkungan sekitar dimana anak mulai bersosialisasi dengan teman sebaya. Jadi, dari sinilah terbentuknya konsep diri seseorang. Sikap dan perilaku yang diterima dan lihat oleh anak dalam lingkungan diatas, akan mempengaruhi diri anak itu sendiri.

Gunarsa juga mengatakan, “pada dasarnya konsep diri timbul dikarenanakan diri sendiri yang menyatakan, yang artinya konsep diri adalah saya seperti saya melihat diri saya sendiri.” Dari pengertian diatas jelas bahwa konsep diri merupakan gagasan yang dimiliki seseorang untuk menjelaskan dirinya, itu bukan pandangan luar seseorang tentang dirinya tetapi itu terdapat didalam diri orang tersebut.

Setiap orang pasti mempunyai konsep tentang dirinya, karena apa yang ada dilingkungan sekitarnya akan menggambarkan dirinya. Gunarsa mengatakan, “konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dengan saudara – saudara lainnya. Sedangkan konsep tentang bagaimana perannya, tanggung jawabnya, dan aspirasi – aspirasinya, banyak ditentukan atas dasar didikan ataupun tekanan – tekanan yang datang dari orang tuanya.” Jadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri itu, bersumber dari diri individu itu sendiri, yakni bagaimana ia menilai dan memandang dirinya dari situasi atau lingkungan yang berbeda – beda.


1.2 Pembentukan Konsep Diri

1) Kebutuhan pribadi yang memotifasi

Manusia dilahirkan dengan suatu kebutuhan yang diciptakan Allah, yaitu kebutuhan untuk merasa aman dan dihargai. Karena itu, tidak salah kalau seseorang haus untuk dikasihi, dihargai, diterima, dan dibutuhkan oleh orang – orang yang dia anggap penting. Atas dasar inilah manusia atau individu selalu berusaha untuk mengembangkan dirinya yakni untuk mencapai suatu kebutuhan tertentu.
Kebutuhan – kebutuhan untuk merasa aman dan dihargai yang dibawa sejak lahir ini, harus dipenuhi. Tidak dapat seorangpun yang dapat bertahan dalam hidupnya, tanpa kebutuhan – kebutuhan ini dipenuhisampai pada harapan tertentu. Setiap orang terdorong secara alami untuk mencari jalan keluar agar ia benar – benar merasa aman, berharga dan memiliki kemampuan.
2) Proses berpikir
Pada waktu bayi, setiap individu memulai usahanya untuk merasa aman dan dihargai dengan cara menerima dan menilai tindakan – tindakan dan reaksi – reaksi orang-tuanya terhadapnya. Ia tampaknya dapat membedakan dipuji dan dimarahi. Ia tahu hal – hal yang dianggapnya sebagai kasih atau penolakan. Jika ia merasa dikasihi dan diterima, ia mulai mengembangkan perasaan – perasaan positif mengenai dirinya; sebaliknya penolakan menimbulkan perasaan – perasaan negatif mengenai harga dirinya sebagai pribadi.
Semakin bertambah usia anak, maka ia juga akan terus menerus menambah dalam ingatannya, dalam berbagai kenangan dan penilaian mengenai reaksi – reaksi orang lain terhadap dirinya. Perkembangan yang terjadi pada masa ini terdiri atas tiga bidang yaitu : Penampilan – Berapa baikkah penampilan saya ? Prestasi – Berapa baikkah pekerjaan yang saya buat ? Status – Berapa pentingkah saya ? Sehingga dengan demikian perkembangan dan pengembangan yang dilakukan oleh orang tua dan anak itu sendiri akan terbentuk sebuah konsep diri yang positif, atau sebaliknya, sesuai dengan yang dialami oleh individu itu sendiri.



1.3 Dua Macam Konsep Diri

1) Konsep Diri Positif

Sidjabat menyatakan bahwa konsep diri positif adalah konsep diri yang membuat seseorang dapat mengenal dan menerima seluruh keberadaan diri ( kekurangan atau kelebihan ) yang sesungguhnya. Dari penjelasan tersebut, dimengerti bahwa orang yang memiliki konsep diri yang positif adalah orang yang selalu optimis dalam segala sesuatu yang ia lakukan, tanpa dipengaruhi oleh faktor faktor – faktor tertentu, termasuk dirinya sendiri dan orang lain. Konsep positif membawa seseorang pada kehidupan yang indah, tidak ada kekecewaan, kepahitan, rasa cemas maupun dendam yang tidak dapat dilepaskan. Orang yang mempunyai konsep diri yang positif adalah selalu berpikir positif tentang dirinya dan orang lain, ia akan merasa dikasihi, dihargai, merasa berarti, dan mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Harris memberikan contoh mengenai konsep diri positif, yaitu sebagai berikut :
“Judi menganggap dirinya cantik, pandai, populer dan mampu. Apabila ada pekerjaan yang harus dilakukan, ia langsung menyambar dengan penuh semangat disertai dengan keyakinan akan kemampuannya, karena kemampuannya itu dan ia juga bisa diandalkan, ia sering diminta berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan berbagai proyek yang menambah kesempatan baginya untuk belajar, mempraktekkan kemauannya serta mengalami keberhasilan.”


Hurlock menyatakan, “bila konsep diri positif, maka akan timbul sifat – sifat seperti kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis.” Konsep diri yang positif ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memandang dirinya, apakah baik atau tidak, mempunyai kualitas atau tidak, dihargai orang atau tidak, serta segala bentuk penilaian yang mengarah kepada diri orang itu sendiri. Itulah yang disebut dengan konsep diri setiap orang masing – masing berbeda. Namun demikian, yang dimaksudkan dengan konsep diri yang positif adalah “apapun keberadaan dirinya, dan bagaimanapun orang lain mengatakan tentang dirinya, maka ia tetap berusaha untuk menerima dengan sikap dan pandangan yang positif. Segala bentuk kekurangan yang ada pada dirinya, itu tidak akan membuat dirinya lemah, menyerah, tetapi ia tetap percaya serta memiliki keyakinan bahwa ia bisa.
2) Konsep Diri Negatif
Konsep diri negatif sangat bertolak belakang dengan konsep diri positif, dimana konsep diri nagatif membawa seseorang untuk memandang dirinya dengan nagatif dan akan bertindak nagatif pula. Samuel Sidjabat menyatakan, “jika seseorang cenderung membenci diri ( kesal terhadap diri dan latar belakang ), maka pada dasarnya orang yang seperti itu memiliki konsep diri negatif” Seseorang tidak dapat menerima dengan baik keberadaannya apabila ia merasa dirinya bodoh, tidak berguna, jelek, tidak berharga sehingga cenderung menutup diri. Inilah yang sering diistilahkan dengan introvert.
Dalam hubungannya dengan orang lain, individu yang memiliki konsep diri negatif sulit untuk memnina relasi / hubungan yang sehat. Dikarenakan individu tersebut dibayangi oleh rasa rendah diri ataupun tidak percaya diri sehingga cenderung tidak tahan bila menghadapi konflik bahkan menghindarinya karena marena takut gagal. Sidjabat juga menyatakan bahwa “jika orang dengan konsep diri negatif menghadapi konflik maka ia cenderung memilih jalan pintas yakni manarik diri dari masalah.” Ketakutan itu akan terus membayangi orang yang memiliki konsep diri nagatif, akibatnya mereka cenderung untuk bersikap aneh, seperti misalnya mereka akan tetap mempertahankan persepsi tentang dirinya yang negatif itu dan menganggapnya menjadi sesuatu yang positif.
Clemens dan Bean dalam bukunya “Membangkitkan harga diri anak” menyatakan bahwa :
“Jika anak memegang kuat keyakinan negatif tentang dirinya, maka ia cenderung mengekspresikannya seperti layaknya suatu hal yang positif, mereka akan mencari peneguhan dan mempertahankan hal itu. Contohnya seorang anak yang yakin bahwa ia tidak disukai atau dipercaya mungkin akan menolak upaya orang lain untuk meyakinkannya bahwa mereka menyukai atau ingin membantunya.”

Pandangan dan pola pikir negatif seseorang tentang dirinya ditunjukkan dengan berbagai macam sikap, perasaan dan tingkah laku, semua bergantung dari respon tiap – tiap individu terhadap konsep dirinya yang negatif.
Alkitab juga memberi contoh bagaimana respon seseorang dalam memandang dirinya yaitu Musa. Musa berkata kepada Allah dalam Keluaran 3 : 11, “siapakah aku ini maka aku yang menghadapi Firaun dan membawa orang Israel keluar dari tanah Mesir ?” Ayat ini adalah berbicara mengenai bagaimana pandangan Musa terhadap dirinya. Dengan kata lain Musa merasa dan memikirkan bahwa dirinya tidak mampu, sanggup memimpin orang sebanyak itu. Dalam Keluaran 4 : 10, juga dijelaskan bahwa dirinya ( Musa ) tidak bisa berbuat apa – apa, dan tidak pandai bicara, dikatakan saat Tuhan berfirman kepadanya dan dulunya ( sebelum Tuhan berfirman kepadanya ), ia menganggap dirinya tidak bisa berbuat apa – apa. Respon Musa terhadap perintah Tuhan ialah Musa tidak menjawab dengan pasti tetapi dengan keragu – raguan, ia merasa tidak percaya diri. Apa yang telah dilakukan Musa dala konteks diatas merupakan konsep diri positif.

1.4 Konsep Diri Yang Tidak Tepat
Tindakan dan reaksi orang lain merupakan “cermin” yang kita pakai untuk mengetahui seperti apa kita sebenarnya. Sebagaimana halnya rumah kaca di dunia fantasi (Dufan ), refleksinya merupakan gambar yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya. Demikian pula ciri – ciri bawaan manusia menyebabkannya tidak mungkin menjadi cermin yang tepat untuk mengetahui diri setiap orang yang sebenarnya. Ini berarti merupakan suatu proses belajar yang kurang tepat, salah, karena tidak berdasarkan realita yang sebenarnya.
Dalam lingkungan sosial, konsep diri yang tidak tepat, juga terkadang muncul dipermukaan, yakni masalah penafsiran yang subjektif. Baik orang dewasa maupun anak yang sedang bertumbuh, sebagian besar membentuk dan menguji kebenaran konsep dirinya melalui pergaulannya dengan orang lain. Citra dirinya terbentuk bukan berdarkan pada pendapat orang lain tentang dirinya, melainkan pada apa yang menurutnya merupakan pendapat orang lain tentang dirinya. Apalagi tanggapannya tentang perkataan atau tindakan orang lain sangat dipengaruhi oleh sikap mentalnya sendiri, yang disimpan dan memperkuat konsep dirinya yang sudah terbentuk itu. Contoh :
“Jika ia telah memiliki pandangan yang buruk tentang dirinya, ia tidak percaya bahwa ia sungguh – sungguh berharga. Jika ia menganggap dirinya seorang yang gagal, saran yang penuh kasih sekalipun akan ditafsirkannya sebagai kritikan dan bukti bahwa ia memang seorang yang gagal”.

Hal tersebut diatas merupakan penafsiran subjektif yang salah dan keliru. Hal inilah yang membuat seseorang tidak memiliki konsep diri yang positif, oleh karena individu itu sendiri belajar dari apa yang orang lain katakan tentang dirinya, meskipun tidak tepat atau benar. Inilah yang disebut dengan konsep diri yang tidak tepat.

1.5 Pengaruh Konsep Diri Pada Perilaku dan Emosi
Konsep diri yang bergantung pada prestasi akan menyebabkan seseorang untuk mencapai tingkat keahlian dan kesempurnaan yang lebih tinggi. Artinya ketika ia merencanakan sesuatu, maka terlebih dahulu ia pasti akan menimbang seberapa besar keberhasilan dan bahkan kerugian yang dihadapi atau tercapai. Sehingga dengan demikian ia akan belajar dan bekerja keras untuk mencapai suatu keberhasilan itu.
Hal yang kedua yang memberi pengaruh dalam perilaku dan emosi adalah status. Pentingnya status dalam masyarakat Indonesia dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari. Jika dua orang buruh ditugaskan untuk melakukan suatu pekerjaan, maka salah seorang diantaranya akan bersikap seperti “majikan”, sedangkan yang seorang lagi harus bekerja keras. Seorang mahasiswa dapat bersikap rendah hati dan penurut selama ia masih mengejar gelar kesarjanaannya. Tetapi begitu ia lulus, statusnya dimasyarakat menjasi naik.
Dalam I Samuel 10 : 21 – 23, ketika Saul diurapi menjadi raja Israel, ia berusaha menyembunyikan dirinya. Samuel menyebut dia “kecil pada pandanganmu sendiri”, ( 15 : 17 ). Tetapi kemudian, sesudah menjadi raja, Saul menuruti keingginan rakyatnya dan melanggar perintah Tuhan, karena ia “takut kepada rakyat”. Dari teks diatas, dapat dimengerti bahwa status juga sangat mempengaruhi konsep diri seseorang; awalnya Saul tidak percaya diri, tetapi kemudian setelah ia menjadi raja, cara berpikirnya menjadi berubah.
1.6 Aspek – Aspek Konsep Diri
Secara umum, konsep diri dirumuskan dalam dimensi yang berbeda – beda bergantung pada sudut pandang masing – masing ahli. Song dan Hattie ( 1984 ) menyatakan bahwa aspek – aspek konsep diri terdiri dari konsep diri akademis dan konsep diri non-akademis. Konsep diri non-akademis dibedakan lagi menjadi konsep diri sosial dan penampilan diri. Jadi, pada dasarnya konsep diri mencakup aspek konsep diri akademis, konsep diri sosial dan penampilan diri. Untuk lebih jelas lagi akan dibahas dibawah ini.
a. Konsep diri akademis.
Berdasarkan hasil penelitian Shupe dan Yager dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk, tentang pengaruh konsep diri yakni bahwa konsep diri sangat berpengaruh terhadap pencapaian nilai – nilai akademik. Seseorang yang memiliki konsep diri positif cenderung memiliki pencapaian akademik yang lebih baik. Artinya adalah setiap anak yang nilai akademiknya dibawah rata – rata, maka dapat dipastikan individu tersebut tidak memiliki konsep diri positif dalam belajar. Sehingga dengan demikian akan mempengaruhi cara belajarnya.
b. Konsep diri sosial
c. Penampilan diri.

1.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri
Secara umum, konsep diri sebagai gambaran diri sendiri dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan sekitar, pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana halnya dalam perkembangan pada umumnya, keluarga khususnya, orang tua berperan penting dalam perkembangan konsep diri anak. Konsep diri terbentuk dan atau berkembang secara gradual dalam proses pengasuhan termasuk interaksi antara ibu dan anak.
Friedman menjelaskan bahwa pengasuhan orang tua berdampak pada konstruk psikologi anak. Model pengasuhan permisif dan otoriter cenderung mengakibatkan konsep diri dan kompetensi sosial yang rendah. Sedangkan pengasuhan dengan model otoritatif cenderung menghasilkian konsep diri, kompetensi sosial dan independensi yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena orang tua disamping melakukan kontrol, namun juga memberikan kebebasan sehingga anak dapat pula menerima dirinya dan mengembangkan konsep diri yang positif. Sebaliknya, orang tua otoriter dan permisif tidak memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan konsep diri positif bahkan mengarah kepada konsep diri negatif.
Tinjauan terakhir terhadap penelitian menyimpulkan bahwa secara umum, anak yang bermoral cenderung memiliki orang tua yang :
a. Hangat dan mendukung, ketimbang menghukum
b. Menggunakan disiplin induktif
c. Memberikan kesempatan bagi anak dalam mempelajari dan memahami perasaan orang lain
d. Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga dan dalam proses pemikiran mengenai keputusan moral
e. Menjadi model dalam penalaran dan perilaku moral, dan menyediakan kesempatan bagi anak untuk juga melakukan hal tersebut
f. Membangun moralitas internal alih – alih eksternal

Hubungan konsep diri dengan moralitas terletak pada tindakan atau perbuatan setiap individu yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Anak yang bermoral cenderung memiliki pemahaman dan konsep diri yang positif. Hal adalah berawal dari semua pengalaman anak dari lingkungann keluarga itu sendiri. Jadi, masalah moral juga sebagai bagian kecil dalam konsep diri memiliki hubungan dengan pola asuh keluarga.
Konsep diri dalam konteks sosial, dipengaruhi oleh evaluasi signifikan orang lain, pengalaman positif dan penguatan negatif ( negative reinforcement ) baik dari diri sendiri maupun orang lain, termasuk pengalaman perilaku kekerasan dalam keluarga. Anak yang selalu menerima pujian karena prestasinya bagus, cenderung memiliki rasa bangga dan percaya diri oleh karena pujian yang diberikan. Tetapi sebaliknya, anak yang menerima ejekan bahkan kutukan dari teman sabaya atau dari orang tua karena nilai rapornya jelek, cenderung memiliki konsep dan pemahaman diri yang rendah, bahkan putus asa, patah semangat, tidak percaya diri, dan lain sebagainya. Hal tersebut diatas sangat berpengaruh dalam kehidupan pengembangan diri anak.
Berdasarkan telaah deskriptif dan analisis empiris mengenai konsep diri dapat dikemukakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri siswa mencakup :
a. Faktor keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik indivu;
b. Faktor keluarga termasuk pengasuhan orang tua
c. Pengalaman perilaku kekerasan
d. Sikap saudara dan status ekonomi
e. Lingkungan sekolah
Kelima faktor tersebut diatas adalah sangat mendominasi pola hidup, cara berpikir serta konsep diri anak. Selain faktor fisik diatas, anak umumnya melihat dirinya berdasarkan pengalaman lewat lingkungan sekitarnya. Carl Rogers berpendapat bahwa self-concept adalah persepsi tentang karakteristik dan kemampuan dirinya sendiri; persepsi dan konsepsi tentang dirinya sendiri dalam kaitan dengan orang lain dan dalam lingkungannya. Karena itu dalam kehidupan setiap individu sangat diperlukan pengasuhan serta suasana lingkungan yang kundusif guna untuk membangun dan menciptakan konsep diri positif serta supaya individu mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

1.8 Sumber – sumber Konsep Diri
Konsep diri seseorang tidak terbentuk dengan begitu saja, namun dibentuk oleh beberapa sumber. Sumber yang dimaksud adalah :
1) Allah
Berbicara tentang konsep diri, maka Allah sebagai pencipta langit dan bumi merupakan sumber utama konsep diri manusia sebagai makhluk yang utuh; berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Manusia adalah mahkota dan puncak segala ciptaan . Artinya segala ciptaan yang lain itu dijadikan untuk manusia. Alam dan makhluk – makhluk lain adalah untuk manusia. Allah menempatkan manusia diatas segala makhluk lain. Hal ini nampak jelas, bahwa manusia itu diciptakan menurut “gambar Allah” (Kejadian 1 : 26).
Lebih jelas lagi, dalam penciptaan manusia dengan makhluk lainnya, manusia diciptakan menrut gambar dan rupa Allah dengan buatan tangan-Nya sendiri, bukan dengan cara berfirman; berbeda dengan makhluk ciptaan lain. Yang perlu untuk dipahami disini adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah segambar dan serupa dengan Dia (Kejadian 1 : 26). Segambar dan serupa artinya manusia memiliki Roh Allah. Sedangkan gambar Allah artinya manusia adalah wakil Allah . Inilah yang mendasari konsep diri masnusia itu bersumber dari Allah sebagai pencipata.
Selain penjelasan diatas, perlu juga untuk dipahami bahwa manusia diciptakan oleh Allah, tetapi manusia itu tidak diciptakan seperti robot, yang bertindak dan berbuat sesuatu secara otomatis dan mekanis ( gerakan mesin ). Allah menghendaki agar manusia taat dan mengabdi kepada-Nya, atas kesadaran dankeputusannya sendiri. Untuk itu Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk memutuskan sendiri.; taat kepada Allah atau tidak.
2) Keluarga
Dasar pembentukan kepribadian seseorang dimulai dilingkungannya sendiri, yaitu orang tua, saudara – saudara kandung, paman, bibi, kakek, nenek ataupun dengan orang lain yang bukan keluarga tetapi tinggal dilingkungan rumahnya sendiri. Sidjabat menyatakan bahwa, hampir 85 % dari kepribadian seseorang pada dasarnya telah terbentuk pada usia 6 tahun pertama dan lingkungan primer pembentuknya adalah keluarga. Dari pernyataan tersebut diatas, sangat jelaslah bahwa keluarga merupakan sumber utama dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak.
Masa dimana anak hanya dekat dengan lingkungan keluarganya, membuat keluarga menjadi sangat penting didalam penanaman kepribadian, usia seperti ini belum disentuh oleh lingkungan yang luas, ia hanya tahu bahwa orang yang terdekatnya ( keluarga ) yang patuh ia contoh. Stanley dalam buku “Teologi Pendidikan Anak” menyatakan bahwa “masa pembentukan watak yang paling kritis adalah pada usia dibawah 5 tahun, sementara kepribadian terbentuk pada usia pra-sekolah. Pola pikir dan pengertian seorang anak tentang baik dan buruk hampir terangkum sebelum menginjak usia remaja.” Dalam hal ini orang tua yang memiliki tugas dan panggilan utama untuk membentuk kepribadian anak. Anak diibaratkan seperti selembar kertas yang masih belum ditulisi, yang mengawali untuk menulis kertas itu adalah orang tua, maka dari itulah apa yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak sangat berpengaruh kuat bagi kehidupan anak.
Berbicara mengenai konsep diri, Dowell menyatakan bahwa “perkembangan awal dari konsep diri terletak didalam hubungan anak dengan orang tua, anak belajar mengenai siapa dirinya dan seperti apa dirinya dari orang tua.” Hubungan orang tua dengan anak mempengaruhi konsep dirinya, dimana konsep diri terbentuk pertama – tama dilingkungan keluarga awal. Sidjabat menyatakan bahwa “dalam perspektif Alkitab juga dapat ditemukan penjelasan bahwa sejak zaman Adam, setiap anak sudah membawa warisan sifat, nilai dan watak dari, orang tuanya.” Cara orang tua mendidik, mengasihi, memperhatikan ataupun mendisiplin mempengaruhi sikap dan perilaku anak dikemudian harinya. Alkitab juga memberikan contoh seorang tokoh yang bernama Yefta ( Hakim – hakim 11 : 1 – 12 ), disana dijelaskan bahwa pada waktu kecil ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak bahagia, tidak ada ibu yang memelihara dengan sentuhan dan ucapan lembut yang menyatakan kasih, tidak ada ayah yang memberikan perlindungan, begitu juga dengan saudara – saudaranya tidak ada yang menerimanya. Ini berarti bahwa parasaan aman dan perasaan berharga tidak terbentuk dengan baik dalam diri Yefta, sehingga pada akhir kisahnya, ia melakukan tindakan yang gegabah dengan bernazar dihadapan Tuhan bahwa siapa yang dijumpai pertama keluar dari pintu rumah, maka ia akan dipersembahkan. Pada Akhirnya putri tunggalnyalah yang menjadi korban akibat dari kecerobohannya itu. Sepintas dari kisah Yefta ini, sangat jelas bahwa apa yang dilihat, dirasakan dan dialami Yefta, itu membentuk sebuah konsep hidupnya, sikap dan perbuatannya sampai dikemudian harinya.
Wes Haystead dalam bukunya “Mengenalkan Allah Kepada Anak” memberi contoh tindakan orang tua yang membentuk konsep diri anak, yaitu :
“anak yang terus dikata – katai tidak becus, atau ceroboh serta diteriaki “awas... hati – hati ! Awas nanti tumpah !... Jangan, kamu masih terlalu kecil. Biar papa yang melakukannya... Nah, sudah papa bilang, kamu tidak bisa membawanya !” Secara alamiah akan menyimpulkan bahwa ia tidak mampu berbuat apa – apa. Karena itu, bila membawa sesuatu, barang – barang itu cenderung terjatuh, sebab ia kurang percaya diri.”

Contoh tersebut diatas adalah menjelaskan bahwa kata – kata yang sering diucapkan dengan berulang – ulang oleh orang tua membuat itu terkonsep dalam diri anak. Sehingga pada akhirnya membuat anak menjadi seperti apa yang dikatakan oleh prang tuanya itu. Sidjabat juga menyatakan “cara orang memperhatikan, menghargai, memberi pengajaran, mendisiplin ( memuji atau menghukum ), akan menjadi kesan yang mendalam tentang pola perasaan, pemikiran, sikap dan tingkah laku yang akan didemonstrasikan dikemudian harinya.” Ini berarti bahwa kebiasaan atau kesan baik atau buruk yang dialami anak dimasa kecilnya, itu akan mempengaruhi pola hidupnya dimasa yang akan datang.
Allah mempercayakan orang tua kepada suatu tanggung jawab untuk membesarkan anak dengan baik bukan untuk menghancurkan hidup seorang anak. Tindakan – tindakan orang tua untuk membesarkan anak dan pengalaman hidup yang dialami anak bersama orang tua menggambarkan akan seperti apa mereka kelak. Hal ini digambarkan oleh Dorothy Law Nolte yang ditulis oleh Samuel Sidjabat dalam nasehat – nasehat membesarkan anak, diantaranya yaitu :
“Bila seorang anak hidup dengan kritik ia belajar untuk menyalahkan dirinya. Bila seorang anak hidup dengan rasa benci, maka ia akan belajar berkelahi. Bila seorang anak hidup dengan ejekan, maka ia akan belajar menjadi pemalu. Bila seorang anak hidup dengan semangat, maka ia akan belajar kepercayaan diri. Bila seorang anak hidup dengan pujian, maka ia belajar menghargai. Bila seorang anak hidup dengan persetujuan, maka ia belajar hidup menyukai dirinya sendiri. Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, maka ia belajar mencari cinta dalam dunia.”

Dari beberapa pernyataan diatas, penulis menyimpulkan bahwa arsitek utama anak dalam membentuk kepribadiannya adalah orang tua. Baik buruknya anak tersebut tergantung dari orang tua yang mendididik, membina dan yang membentuknya.
3) Lingkungan Masyarakat
Ketika anak sudah mulai besar, ia tidak hanya berada pada lingkungan keluarga saja. Lingkungan dalam ia berkomunikasi semakin lebih luas, anak – anak akan berhubungan dengan teman – temannya, dengan gurunya, dan masyarakat disekitarnya. Dari situlah pengalaman anak akan lebih banyak lagi. Pada akhirnya anak akan mendapatkan konsep diri yang baru selain dari konsep diri yang dibentuk oleh kaluarga, tetapi bukan berarti konsep diri dari orang tua menjadi hilang. Gunarsa menyatakan bahwa “terbentuk dan ditentukan pula dari konsep diri yang dibentuk orang tua. Misalnya apabila konsep awal yang dimiliki anak tergolong sebagai seorang yang pendiam, maka ia akan cenderung memilih teman yang sesuai dengan konsep dirinya itu dan teman – teman barunya itulah yang nantinya menunjang terbentukknya konsep diri baru.”
Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa orang tua sebagai masyarakat awal dalam kehidupan seorang anak sangat mempengaruhi konsep diri seorang anak. Dalam hal ini, ada dua kelompok yang dapat mempengaruhi konsep diri anak tersebut, pertama dari orang tua dan dari teman sebaya yang semuanya akan mempengaruhi konsep diri anak tersebut. Jadi, temana sebaya sebagai bagian masyarakat anak adalah merupakan salah satu sumber konsep diri dari anak; yang dapat memberi dan membentuk konsep diri setiap anak; hal tersebut bergantung pada bagaimana dan seperti apa yang dirasakan dan diterima oleh anak tersebut dalam pergaulannya, maka itu akan mempengaruhi konsep dirinya.
4) Lingkungan Pendidikan
Masalah pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang memiliki akal, pikiran dan perasaan. Dalam kehidupan sosial ( masyarakat ) pendidikan memiliki peranan yang sangat penting sebagai tolak ukur pengetahuan setiap individu. Orang yang berpendidikan umumnya dipandang sebagai seorang yang memiliki pengetahuan banyak, walaupun pada kenyataanya tidak sama dengan kenyataan. Karena itu dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab II Pasal 3, mengatakan bahwa :
“Pendidikan nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuannya untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Arti dari pernyataan diatas adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan yang dimaksud adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik yang sehat, berilmu, cakap dam kreatif serta mandiri. Mutu pendidikan yang berkualitas adalah tercermin dari konsep diri peserta didik dalam pembelajaran serta untuk mengembangkan bakat sesuai dengan potensi yang ada pada peserta didik, yang tentunya didukung oleh guru sebagai pembina.
Guru adalah tokoh pembina mental, bakat, talenta dan prestasi siswa sebagai pengelola pendidikan. Keberhasilan seorang siswa dalam meraih prestasi tentu tidak bisa dilepaskan dari peran seorang guru yang mampu menjaga mutu dan kualitasnya sebagai guru . Artinya adalah keberhasilan seorang siswa dalam pencapaian nilai dan prestasi yang baik, adalah barada ditangan guru dan bargantung kepada peserta didik. Dalam hal ini perlu suatu kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik; sehingga dengan demikian dapat tercipta suatu konsep berpikir positif terhadap siswa. Jadi, lembaga pendikan juga adalah sebagai salah satu sumber pembentuk konsep diri peserta didik.
.
5) Gereja
Gereja adalah sekumpulan orang yang terhimpun dan mengambil keputusan untuk menerima Kristus sebagai Juru Slamat . Itu berarti bahwa orang yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya merupakan individu yang memiliki konsep diri yang positif. Sebaliknya orang yang tidak mengaku dan menerima Kristus sebagai Tuhannya adalah indifidu yang memiliki konsep diri yang negatif.
Rekan – rekan seiman atau sesama warga gereja, guru sekolah minggu, majelis jemaat atau pendeta, juga merupakan pribadi – pribadi yang turut mempengaruhi gambaran yang kita peroleh, khususnya mengenai perkara – perkara kerohanian. Tidak jarang kita lihat adanya tokoh rohani dalam suatu gereja yang begitu disanjung oleh warganya, karena perkataan, sikap dan gaya hidupnya mampu memberi kesan khusus dala diri mereka. Tokoh – tokoh digereja ini, mungkin memberikan perhatian yang sangat besar sehingga warga jemaat bangga menjadi anggota gereja. Kalau tokoh itu kurang mempunyai kepribadian yang baik hal demikian sudah tentu ikut serta membentuk pemahaman dan perasaan warga. Kalau mereka melihat seorang pimpinan gereja tadinya berkharisma minsalnya, namun kemudia melakukan perbuatan cela, maka konsep mereka mengenai kekristenan, pekerjaan Tuhan dan spiritualitas bisa saja ikut terpengaruhi.
6) Fisik
Masalah fisik merupakan masalah yang rentan khususnya bagi remaja, sesuai dengan masa dimana perkembangan fisik menjadi sangat menonjol. Seorang remaja akan merasa gelisah apabila dibagian wajahnya terdapat jerawat, ataupun merasa tidak percaya diri karena badannya terlampau gemuk. Perasaan seperti ini menunjukkan orang tersebut sudah menggambarkan diri sebagai orang yang tidak percaya diri, dan itu akan berpengaruh bagi perilakunya. Media masa sering membuat suatu standar atau ukuran kecantikan, media masa mempengaruhi setiap orang yang membaca, mendengar dan melihatnya. Dalam hal ini tidak jarang terlihat media masa hanya mengajukan “model” manusia berpenampilan “sempurna” (bentuk fisik atau penampilan) kepada publik. Semua itu tertanamkan dalam diri remaja, sehingga mereka memandang itu sebagai suatu standar atau ukuran dari kecantikan.
Harian kompas juga menulis bahwa pengaruh media masa tentang kecantikan sangat besar terhadap remaja bahwa, “media masa membangun image remaja putri yang “oke” adalah yang berkulit putih, bertubuh langsing, dan berpayudara besar.” Demi mengejar body image seperti itu, banyak yang termakan dan berusaha menjadi image seperti yang dikatakan dimedia masa. Dari hal tersebut, akhirnya setiap orang yang tidak termasuk dalam kriteria itu merasa dirinya tidak berarti dibandingkan dengan orang lain, yang memiliki kriteria yang sesuai dengan standar media masa.
1.9 Pentingnya Konsep Diri Positif
Penilaian seseorang atau pandangan seseorang tentang dirinya sangat menentukan kehidupannya. Seseorang bisa saja menilai orang lain, tetapi itu tidak terlalu mempengaruhi hidup orang tersebut dibandingkan dengan bagaimana seseorang itumenilai dan menerima dirinya. Fuxie mengatakan, “penilaian orang lain terhadap saya tidaklah sepenting apa penilaian saya terhadap diri saya. Kehidupan saya sangat tergantung kepada konsep diri saya.” Jadi, keberhasilan dalam hidup ditentukan dari seikap, perasaan dan tindakan seseorang yang sesuai dengan konsep dirinya. Konsep diri lebih kepada diri sendiri, yaitu apabila seseorang memiliki konsep diri positif, maka sikap perasaan, dan tindakannya akan baik. Begitu sebaliknya apabila seseorang mempunyai konsep diri nagatif, maka yang akan terjadi sesuatu yang negatif yang lebih banyak merugikan diri sendiri dari pada merugikan orang lain.
Perlu juga diketahui, antara konsep diri dengan harga diri saling berkaitan. Harris Clemes, menegaskan bahwa “apabila seseorang memandang dirinya secara positif, maka orang tersebut pasti mempunyai harga diri tinggi, sedangkan pandangan negatif tentang diri sendiri dihubungkan dengan harga diri yang rendah.” Dari pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan penentu baik buruknya harga diri setiap orang. Artinya adalah setiap individu yang mempunyai konsep diri yang positif tentang dirinya yakni bagaimana ia mempercayai dirinya serta percaya bahwa ia sanggup untuk menciptakan dan memberikan nilai – nilai yang positif kepada orang lain dan untuk dirinya, maka orang tersebut akan semakin dihargai dan memiliki harga diri yang baik pula.
Untuk memahami dan memperdalam pengertian diatas, Clemes dan Bean menguraikan dengan jelas bahwa konsep diri dan harga diri, memiliki hubungan ketika :
 Ia berhasil menyatakan konsep dirinya dalam prestasi; misalnya anak yang menganggap dirinya pemain bola yang baik, berhasil mencetak gol kemenangan.
 Ia menjelani hidup sesuai dengan standar pribadi yang berhubungan dengan konsep dirinya; contohnya, ketika anak menghargai kemampuan akademiknya mendapat nilai tertinggi dalam ujian matematika.
 Konsep dirinya telah dikukuhkan oleh orang lain; ketika seorang anak yakin ia telah melukis dengan sebaik – baiknya, menerima pujian untuk lukisannya itu.


Disinilah letak pentingnya konsep diri positif, dimana konsep diri akan mempengaruhi segala sesuatu dalam kehidupan seseorang. Mc Dowell dan Jones mengatakan, penelitian telah menunjukkan bahwa orang – orang berbuat sesuatu dengan gambaran mental yang mereka miliki mengenai diri mereka sendiri. Jika mereka melihat diri mereka sebagai seorang yang selalu mengalami kegagalan, maka mereka akan berbuat atau bertindak seperti orang yang sedang mengalami kegagalan. Bahkan seseorang menilai dirinya berharga atau tidak ditentukan oleh konsep diri yang dimiliki. Konsep diri positif membawa seseorang untuk menanggapi hidup ini dengan benar, baik itu kelebihan atau kekurangannya. Kekurangan yang ada padanya tidak membuat dirinya menjadi orang yang lamah, yang tidak menghargai hidup dan benci kepada diri sendiri sehingga sesuatu yang nagatif itu tidak membuat atau mempengaruhi seseorang berpikir dan bertindak yang nagatif pula.


2. Tinjauan Pengembangan Diri

2.1 Pengertian pengembangan diri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan berarti proses, cara, perbuatan mengembangkan. Jika dihubungkan dengan pengembangan diri, maka dapat diterjemahkan sebagai suatu proses, atau cara untuk mengembangkan diri sendiri ( self ). Menurut Sartein the self is the individual as known to and felt about by the individual. Artinya adalah keseluruhan anggapan, penghayatan, sikap dan perasaan – perasaan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, yang ada pada seseorang tentang dirinya sendiri. Sehingga dengan demikian, bagi setiap terbuka kesempatan untuk mengembangkan setiap potensi yang ada dalam dirinya.
Dalam dunia usaha / bisnis dan perusahaan, kata pengembangan diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan / jabatan melalui pendidikan dan latihan. Hal ini adalah berkaitan dengan kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, perlu suatu kegiatan pengembangan karyawan dalam berbagai bidang.
Dalam sebuah perusahaan, kegiatan pengembangan ini biasanya berpusat pada peningkatan Sumber Daya Manusia ( SDM ). Sumber daya yang dimaksud adalah mancakup “semua energi, ketrampilan, bakat dan pengetahuan manusia yang dipergunakan, secara potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa – jasa yang bermanfaat. Kesemuanya ini adalah menyangkut pengembangan diri. Katrampilan, bakat dan pengetahuan, mustahil dapat dipergunakan dengan baik kalau tidak dikembangkan. Demikian juga dalam hubungannya dengan peserta didik. Siswa yang berprestasi tentu diawali dengan belajar keras serta mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Inilah yang penulis tegaskan dalam konteks ini.
Pengembangan diri ( personal development ) juga diartikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuan diri sehingga potensi dan talenta yang dipunyai dapat terwujud semaksimal mungkin. Maureen Guirdham ( 1998 ), seorang ahli psikologi merumuskan : “Personal development is about enabling people to fulfill their potential, to expand their talents and to progress at work and through life with meaning and satisfaction. Ultimately, people have to develop themselves.” Bahasan tersebut diatas menekankan bahwa tujuan akhir dari pengembangan diri adalah bahwa orang yang bersangkutan secara individual mampu mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya.
Beranjak dari dunia usaha, penggunaan istilah pengembangan diri dalam dunia pendidikan dalam kebijakan kurikulum memang relatif baru. Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam prakteknya. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality).
Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari atau pun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut self picture (gambaran diri), sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self (aku tak sadar) (Nana Syaodich Sukmadinata, 2005). Menurut Freud (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993) ego atau diri merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan (perilaku) dengan mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan antara hal-hal tertentu yang terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
Hak tersebut diatas menjelaskan dua gembaran yang terkandung dalam dalam diri (self) setiap individu. Hal yang pertama menyangkut masalah kesadaran dalam mepertimbangkan segala sesuatu, yang dikendalikan oleh ego atau diri (self), sedangkan yang kedua adalah menyangkut masalah ketidak-sadaran yang tercermin dalam kepribadian setiap individu. Jadi, dapat dikatakan bahwa kepribadian itu berada didalam diri ( self ) setiap individu.
Istilah “kepribadian” berasal dari kata Inggris personality berasal dari kata Latin personalitas. Akar kata ini adalah pesona, berasal dari kata Yunani prosopon yang berarti topeng. Penggunaan kata ini dalam zaman Yunani kuno bertujuan untuk menyembunyikan identitas yang sebenarnya, yaitu dengan menggunakan topeng dalam bermain drama, sehingga dengan demikian, setiap pemain dapat menunjukkan watak tokoh yang diperankannya. Jadi, dapat dipahami bahwa pengembangan diri adalah sedikit berbeda dengan pengembangan kepribadian. Karena itu, untuk lebih jelasnya, perlu diketahui dan dimengerti apa dan bagaimana prinsip – prinsip dari pengembangan diri itu sendiri. .
2.2 Prinsip – prinsip Pengembangan Diri
Pengembangan diri tidak harus melalui pendidikan formal atau pelatihan saja, melainkan semua situasi dimana kita berinteraksi dengan orang lain adalah bagian dari pengembangan diri. Seiring dengan proses pelaksanaan tugas atau kerja sehari – hari sebenarnya adalah merupakan bagian dari pengembangan diri setiap individu. Makna pertama pengembangan diri adalah apa yang disebut unsur “diri” self, yakni diri orang yang bersangkutan bukan guru atau pelatih ( trainers ). Jadi, sifatnya adalah individu bukan organisasi.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan diri, antara lain sebagai berikut :
a. Pengembangan diri dimulai dari diri kita sendiri
b. Pengembangan dilakukan dengan melakukan diagnosis diri; yakni dengan memahami belum optimalnya hasil kerja, dan berusaha untuk meningkatkannya.
c. Membuat alternative dan target pengembangan diri berdasarkan hasil diagnosis.
d. Mencari sumber belajar, seperti tempat kursus, sekolah atau universitas dan pembiayaan.
e. Mulai melaksanakan program pengembangan diri
f. Melakukan evaluasi, guna untuk mengetahui sejauhn mana pencapaian pengembangan diri yang telah dilakukan.

Pernyataan diatas mengandung suatu pemikiran yang berorientasi pada pengembangan diri menuju sebuah kesuksesan, baik kesuksesan dilingkungan pekerjaan, maupun kesuksesan diluar lingkungan kerja, dilingkungan keluarga serta dalam lingkungan pendidikan / sekolah.
2.3 Aspek – aspek Pengembangan Diri
1) Aspek Kognitif
2) Aspek Afektif
3) Aspek Psikomotorik
2.3 Bentuk – bentuk Pengembangan Diri
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Diri
3.1 Faktor Pendukung
1) Visi ( cita – cita )
2) Keluarga
3) Guru
4) Gereja
3.2 Faktor Penghambat
1) Faktor yang berasal dari lingkungan
Sistem yang dianut. kadang – kadang system yang berlaku dalam lingkungan sekitar, apakah dalam pekerjaan pendidikan atau lingkungan social dimana kita berada, tanpa disadari menghambat pengembangan diri setiap individu, misalnya diberlakukannya sistem senioritas dalam jenjang jabatan dimana individu itu berkerja.
Tanggapan atau sikap / kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan. Kadang – kadang tradisi atau kebiasaan yang berlaku menghambat perwujudan dari perkembangan diri seseorang.
2) Berpikir negative
Berpikir negatif sama dengan konsep diri negatif. Dalam diri seseorang “konsep diri negative yang cenderung membuat orang merasa tertolak, tersisihkan, tak berguna, tidak berarti dan tidak merasa puas. ada konsep dan perasaan buruk pada diri yang bersangkutan mengenai penampilan dirinya, latar belakangnya, prestasi studi dan kerjanya.”
3) Faktor usia
Kadang-kadang orang yang sudah tua dalam usia tidak melihat bahwa kearifan dan kebijaksanaan dapat dicapainya. Mereka cenderung bahwa usia muda lebih hebat karena produktif.
4.Dasar – dasar Pengembangan diri
5. Tujuan Pengembangan Diri
Dalam dunia karir atau bisnis, setiap individu berlomba – lomba untuk melakukan peningkatan kualitas dari karir atau bisnis yang sedang ia kerjakan. Kualitas yang dimaksud adalah nilai mutu dari barang itu sendiri atau orang sebagai pengelola / distributor bisnis itu sendiri. Berbicara tentang peningkatan kualitas diatas merupakan bagian dari pengembangan diri setiap individu. Dalam dunia pendidikan seorang peserta didik yang sedang belajar keras merupakan individu yang sedang meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Model peningkatan kualitas pendidikan yang dilakuklan oleh peserta didik diatas adalah merupakan bagian dari pengembangan diri.
Secara umum Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik dengan memperhatikan kondisi sekolah/ madrasah.



C. Kerangka Berpikir
D. Pengajuan Hopotesa




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Tujuan Penelitian
Terhadap setiap penelitian yang dilakukan tentunya ada satu tujuan yang ingin dicapai. Istilah “penelitian” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “research” (re berarti kembali dan search berarti mencari) secara teologis Kata penelitian sebagai reseach berarti mencari kembali.” Yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap suatu masalah yang diteliti. Untuk lebih jelasnya Foarota menerangkan bahwa penelitian adalah usaha terencana dan sistematis untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan melalui penggunaan metode ilmiah tertentu.
Jadi, dalam karya ilmiah ini, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat dipercaya, maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah dan sistematis. Penelitian yang dimaksud adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri positif dengan pengembangan diri peserta didik, di SMA PSKD Depok, Jawa Barat. Sehingga dengan demikian dapat diuraikan secara sistematis berdasarkan data – data yang diperoleh, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.



B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada pembuatan skripsi ini adalah bertempat di SMA PSKD, Depok, Jawa Barat, Kelas XI di bawah Pimpinan Ibu Kepala Sekolah.

C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kelompok di mana seseorang peneliti akan memperoleh hasil penelitian yang dapat disamaratakan (digeneralisasikan). Populasi dan sample ini tertuju pada Peserta didik kelas X dan XI yang merupakan siswa dari SMA Kasih Depok, Jawa Barat . Dengan jumlah peserta didik yang mengikuti Mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen dengan menerapkan Model Pembelajaran Terpadu, sebanyak 33 Orang kelas X dan 30 Orang kelas XI.

2. Teknik Sampling
Pengertian dari teknik sampling seperti yang diterangkan oleh J. Supranto yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data yang sifatnya tidak menyeluruh artinya tidak mencakup seluruh objek penelitian (populasi=universe) akan tetapi hanya sebagian dari populasi saja yang mencakup sample yang diambil dari populasi tersebut. Dalam teknik sampling ada dua cara yaitu random dan bukan random. Tetapi berdasarkan riset penulis, maka yang terbaik adalah teknik random sampling sebab dapat memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sample. Seperti yang ditekankan oleh Sumanto yaitu sample random adalah proses pemilihan sample sedemikian rupa sehingga semua orang dalam populasi mempunyai kesempatan dan kebebasan yang sama untuk terpilih sebagai sample. Tujuan dari sampling adalah menggunakan sebagian dari objek penelitian yang diselidiki tersebut untuk memperoleh informasi tentang populasi

3. Sampel
Penulis menggunakan sampel, mewakili populasi yang ada sebab sesuai dengan penekanan sample ialah kumpulan elemen yang merupakan bagian kecil dari populasi, sedangkan sampling adalah cara pengumpulan data. Penulis melakukan riset kepada 30 orang peserta didik kelas XI yang mengikuti Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen ……………………………………………………….???????????????????

D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode survey dengan studi korelasional (correlational research) untuk menentukan ada tidaknya hubungan, dan seberapa jauh suatu hubungan antara dua variabel (yang dapat diukur atau lebih) . Pada research yang dilakukan penulis, hubungan korelasional yang dikaji terdapat 2 variabel yaitu Konsep Diri Positif (Variabel X) atau variable bebas dan Pengembangan diri Peserta didik (Variabel Y) atau variable terikat.
Adapaun hipotesa penelitian yang diajukan, dianalisa dengan menggunakan pearson product moment correlation dengan bantuan SPSS 18.0 for windows

E. Variabel Penelitian
Hubungan korelasional yang dikaji adalah antara 2 variabel penelitian yaitu Konsep diri positif (variable bebas atau X) dan Pengembangan diri Peserta didik (variabel terikat atau Y). Dugaan yang diperkirakan bahwa Konsep diri positif memiliki hubungan dengan Pengembangan diri Peserta didik di SMA PSKD Depok, Jawa Barat. Dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


Variabel (X) rxy Variabel (Y)

Gambar 3.1
Hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas dalam penelitian

Keterangan:
X = variabel bebas yaitu Konsep diri positif
Y = variabel terikat yaitu Pengembangan diri
rxy = Korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat


F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah terdiri dari satu instrument yaitu untuk mengumpulkan data tentang Konsep diri positif dan Pengembangan diri peserta didik, yang kedua data diambil dari penyebaran angket kepada peserta didik kelas XI di SMA PSKD Depok , Jawa Barat yang sedang mengikuti mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen. Adapun ringkasan dari teknik pengumpulan data dalam melakukan riset ini, dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 3.2
Teknik Pengumpulan Data

No Variabel Model Skala Pengumpulan Data Rentang skor Skala Data Sumber Data Unit Analisis
1 Model Pembelajaran Terpadu Skala Likert 1-4 Interval Peserta didik Peserta didik
2 Peningkatan minat Belajar Peserta didik Skala Likert 1-4- Interval Peserta didik Peserta didik

G. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian yang dipakai untuk mengumpulkan data Konsep diri positif dan Pengembangan diri peserta didik dilakukan dengan model skala likert. ”Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau kelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial.” Skala sikap yang dipakai dalam model likert ini dengan rentang pengukuran 1-4 dengan pilihan jawaban terhadap setiap pertanyaan sebagai berikut :

Tabel 3.3
Pembobotan Option Pada Instrumen

No Alternatif Jawaban Butir-Butir Pertanyaan
Positif Negatif
1 Sangat Tidak setuju 1 4
2 Tidak setuju 2 3
3 Setuju 3 2
4 Sangat Setuju 4 1

Instrumen adalah alat untuk mendapatkan data atau ukur dalam pekerjaan teknik, maka diperlukan pengukuran (valid) dan terandalkan (realiabel). Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Untuk menguji validitas digunakan rumus:
=IF(B35>=B34;”Valid”;Drop”)

1. Variabel Bebas (X) Katekisasi
a. Definisi Konseptual
Definisi Konsep diri positif yaitu ..................

b). Definisi Operasional
Definisi Model Pembelajaran Terpadu yaitu ....................

c). Kisi-Kisi
Instrumen Katekisasi dapat diukur melalui 4 Indikator yaitu (1) Metode Mengajar, (2) Efektifitas Kegiatan siswa, (3) Mengembangkan Kemampuan Berpikir, (4) Keragaman Pengalaman Belajar, (5) Menemukan Konsep Baru.

Tabel 3.4
Kisi-Kisi Model Pembelajaran Terpadu

Variabel Indikator Pertanyaan/ Pernyataan Jumlah
Positif Negatif
Konsep diri positif Metode Mengajkar berfariasi
Efektifitas Kegiatan siswa
Mengembangkan Kemampuan Berpikir
Keragaman Pengalaman Belajar
Menemukan Konsep Baru.
Jumlah


d). Kalibrasi Instrumen
Kalibrasi instrument ini dilakukan pada peserta didik kelas X da XI yang sedang mengikuti mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen di SMA PSKD Depok Jawa Barat. Data yang ada adalah sebanyak ……. orang/ responden. Dan dari data tersebut , penulis mengambil data untuk uji coba sebanyak …….. orang/ responden. Uji coba ini dilakukan untuk menguji keakuratan dan keterandalan butir instrument yang akan digunakan dalam penelitian yang direncanakan. Melalui uji coba ini, peneliti menemukan instrument yang valid dan reliable dari jumlah responden sebanyak 10 orang peserta didik. Maka didapatkan nilai r tabel sebesar 0.05, sebagai pedoman untuk menerima atau menolak butir. Jika r hitung > dari r tabel, maka dinyatakan valid, dan jika r hitung < dari hitung r tabel, maka dinyatakan drop. Tabel 3.5 Kalibrasi Instrumen Model Pembelajaran Terpadu Variabel Indikator Penghitungan Validitas Hitungan I Hitungan II Hitungan III Valid Drop Valid Drop Valid Drop Model Pembelajaran Terpadu Metode Efektifitas Kegiatan siswa Mengembangkan Kemampuan Berpikir Keragaman Pengalaman Belajar Menemukan Konsep Baru. Jumlah Dari tabel 3.5 tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa butir instrument yang direncanakan setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS 18.0 for windows. Maka, pada hitungan ke I didapatkan butir soal yang valid sebanyak ....butir dan drop sebanyak .... butir. Pada hitungan ke II didapatkan butir soal yang valid sebanyak ..... butir dan drop sebanyak .... butir, dan pada pengitungan terakhir setelah membuang beberapa butir soal yang drop, maka didapatkan butir soal yang valid sebanyak ...... butir dan tidak ada lagi butir yang drop (dapat dilihat pada lampiran). Masing-masing indicator mewakili instrument yang valid, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut telah memenuhi kriteria untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian yang hendak dilakukan. e) Instrumen Akhir Setelah mengadakan uji validitas beberapa kali maka di dapat instrument akhir untuk penelitian yang hendak dilakukan .... butir yang semuanya valid. Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Akhir Model Pembelajaran Terpadu Variabel Indikator Pertanyaan/ Pernyataan Jumlah Positif Negatif Model Pembelajaran Terpadu Metode Efektifitas Kegiatan siswa Mengembangkan Kemampuan Berpikir Keragaman Pengalaman Belajar Menemukan Konsep Baru. Jumlah f). Uji Reability Koefisien reabilitas instrument dianalisis dengan menggunakan bantuan koefisien Alpha Crobanch dengan bantuan SPSS 18.0 for windows. Setelah dianalisis didapatkan koefisien reabilitas instrument sebesar …… dengan jumlah butir yang valid 2. Variabel Bebas (Y) Peningkatan Minat Belajar Peserta didik a). Definisi Konseptual Definisi Peningkatan Minat Belajar Peserta didik yaitu ……………………… b). Definisi Operasional Definisi Peningkatan Minat Belajar peserta didik adalah ……………………. c). Kisi-Kisi Instrumen Peningkatan minat belajar Peserta didik dapat diukur melalui 5 Indikator yaitu (1) Perhatian, (2) Keaktifan di kelas , (3) Kehadiran (4) Respon (5) Nilai. Tabel 3.7 Kisi-Kisi Peningkatan Minat Belajar Peserta didik Variabel Indikator Pertanyaan/ Pernyataan Jumlah Positif Negatif Kesetiaan Pemuda dalam Beribadah Perhatian Keaktifan di kelas Kehadiran Respon Nilai. Jumlah d). Kalibrasi Instrumen Kalibrasi instrument ini dilakukan pada Peserta didik kelas X dan Kelas XI yang sedang mengikuti mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen dengan menerapkan model Pembelajaran Terpadu di SMA Kasih depok, Jawa Barat. Data yang ada adalah sebanyak ….. orang/ responden. Dan dari data tersebut , penulis mengambil data untuk uji coba sebanyak ….. orang/ responden. Uji coba ini dilakukan untuk menguji keakuratan dan keterandalan butir instrument yang akan digunakan dalam penelitian yang direncanakan. Melalui uji coba ini, peneliti menemukan instrument yang valid dan reliable dari jumlah responden sebanyak 10 orang peserta didik. Maka didapatkan nilai r tabel sebesar 0.05, sebagai pedoman untuk menerima atau menolak butir. Jika r hitung > dari r table, maka dinyatakan valid, dan jika r hitung < dari hitung r table, maka dinyatakan drop.

Tabel 3.8
Kalibrasi Instrumen Peningkatan Minat Belajar Peserta didik

Variabel Indikator Penghitungan Validitas
Hitungan I Hitungan II
Valid Drop Valid Drop
Peningkatan Minat Belajar Peserta didik Perhatian
Keaktifan di kelas
Kehadiran
Respon
Nilai.
Jumlah

Dari tabel tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa butir instrument yang direncanakan setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS 18.0 for windows. Maka, pada hitungan ke I didapatkan butir soal yang valid sebanyak ....butir dan drop sebanyak .... butir. Pada hitungan ke II didapatkan butir soal yang valid sebanyak .....butir dan tidak ada lagi butir soal yang drop. (dapat dilihat pada lampiran). Masing-masing indicator mewakili instrument yang valid, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut telah memenuhi kriteria untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian yang hendak dilakukan.
e) Instrumen Akhir
Setelah mengadakan uji validitas beberapa kali maka di dapat instrument akhir untuk penelitian yang hendak dilakukan .... butir yang semuanya valid.

Tabel 3.9
Kisi-Kisi Instrumen Akhir
Peningkatan Minat Belajar Peserta didik

Variabel Indikator Pertanyaan/ Pernyataan Jumlah
Positif Negatif
Peningkatan Minat Belajar Peserta didik Perhatian
Keaktifan
Kehadiran
Respon
Nilai.
Jumlah

f). Uji Reability
Koefisien reabilitas instrument dianalisis dengan menggunakan bantuan koefisien Alpha Crobanch dengan bantuan SPSS 18.0 for windows. Setelah dianalisis didapatkan koefisien reabilitas instrument sebesar 0.946 dengan jumlah butir yang valid ……………

H. Teknik Analisa Data
Untuk mengidealkan Hipotesa Penelitian, perlu dilakukan analisis data, tahap-tahap analisis, data tersebut sebagai berikut: (1) mengidentifikasi data untuk setiap variable penelitian, (2) melakukan uji persyaratan analisis, dan (3) menguji Hipotesa
Deskripsi data setiap variable meliputi pembuatan distribusi frekuensi variable, histogram data kelompok, perhitungan mean, median, modus, standar deviasi, deskripsi setiap butir, dan kecenderungan setiap variable dengan melakukan analisis deskriptif.
Setelah analisis deskriptif maka dilanjutkan dengan analisis inferensial, digunakan untuk menguji hipotesa penelitian yang meliputi analisis korelasi sederhana dan analisis regresi sederhana. Sebelum melaksanakan analisis inferensial terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas.

I. Hipotesa Statistik
Hipotesa Penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : rxy = 0
Ha :rxy ╪ 0